Selasa 10 Nov 2020 12:40 WIB

Pemerintahan Trump Persulit Transisi Kepresidenan

Pemerintahan Donald Trump membuat transisi kepresidenan menjadi sulit dan kacau

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
 Presiden Donald Trump meninggalkan podium usai berpidato di Gedung Putih, Kamis, 5 November 2020, di Washington.
Foto: AP/Evan Vucci
Presiden Donald Trump meninggalkan podium usai berpidato di Gedung Putih, Kamis, 5 November 2020, di Washington.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintahan Donald Trump membuat transisi kepresidenan menjadi sulit dan kacau, Senin (9/11). Kondisi ini akibat pemecatan Menteri Pertahanan, Jaksa Agung William Barr memberi wewenang kepada Departemen Kehakiman untuk menyelidiki tuduhan penipuan pemilih, serta memblokir pejabat pemerintah untuk bekerja sama dengan Presiden terpilih Joe Biden.

Pengumuman pemecatan Menteri Pertahan Mark Esper dilakukan melalui akun Twitter Trump. Dia mengatakan di Twitter bahwa direktur National Counterterrorism Center, Christopher Miller, mengambil alih sebagai Menteri Pertahanan baru sesegera mungkin. "Mark Esper telah diberhentikan," kata Trump.

Baca Juga

Kemudian, Barr menandatangani penyelidikan atas klaim tidak berdasar atas kecurangan penghitungan suara. Padahal tidak ada cukup bukti dalam tuduhan yang terus dilontarkan Trump setelah 3 November.

Selain itu, Administrasi Layanan Umum menunda secara resmi memulai transisi. Langkah ini mencegah tim Biden mendapatkan akses ke agen federal. Seorang juru bicara agensi mengatakan kepastian tentang pemenang pemilihan belum dibuat. Kemungkinan mereka tidak melakukannya sampai Trump mengakui atau Dewan Pemilihan bertemu bulan depan.

Kemungkinan kekacauan terjadi tidak akan berhenti sampai di sini. Beberapa pihak meyakini kalau akan ada tokoh-tokoh lain yang akan terkena imbasnya. Antara lain seperti Direktur FBI Christopher Wray, Kepala CIA Gina Haspel, dan pakar penyakit menular Anthony Fauci.

Partai Republik sebagian besar menolak untuk memberikan tekanan keras pada Trump untuk menerima kekalahannya dalam pemilihan. Mereka ragu-ragu untuk mendorong Trump agar menyerah kepada Biden, karena tahu itu akan membuat marah basis pendukung Trump yang paling setia. Sebagian besar juga tidak secara terang-terangan menyangkal klaim penipuan yang tidak berdasar, sambil membiarkan pertanyaan tentang proses pemilu berlarut-larut.

Trump pun tetap tidak terlihat di Gedung Putih dan hanya melontarkan pernyataan di akun Twitter pribadinya. Menurut beberapa orang sekitar Trump, dia diperkirakan tidak akan secara resmi menyerah di Gedung Putih. Akan tetapi kemungkinan ia akan dengan enggan mengosongkan tempat itu pada akhir masa jabatannya.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement