Selasa 10 Nov 2020 13:00 WIB

Awal Mula Mutasi Covid-19 di Cerpelai Eropa Terkuak

Enam negara Eropa telah melaporkan Covid-19 di peternakan cerpelai

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
Seekor cerpelai dikuliti untuk diambil bulunya di peternakan di Varde, Denmark. Lebih dari 250 ribu orang Denmark jalani lockdown di kawasan utara negara tersebut akibat mutasi virus corona dari cerpelai yang diternakkan. Untuk menahan laju virus, sebanyak 15 juta cerpelai di Denmark telah dimusnahkan.
Foto: John Randeris/Ritzau Scanpix via AP
Seekor cerpelai dikuliti untuk diambil bulunya di peternakan di Varde, Denmark. Lebih dari 250 ribu orang Denmark jalani lockdown di kawasan utara negara tersebut akibat mutasi virus corona dari cerpelai yang diternakkan. Untuk menahan laju virus, sebanyak 15 juta cerpelai di Denmark telah dimusnahkan.

REPUBLIKA.CO.ID, KOPENHAGEN -- Sejumlah ilmuwan mengatakan mutasi virus corona yang ditemukan di Denmark, pertama kali berasal dari peternakan cerpelai. Virus yang bermutasi, diyakini menyebar dari hewan ke manusia di negara itu. 

Dari penyebaran hewan ke manusia di Denmark, virus corona yang bermutasi ini kemudian terdeteksi secara retrospektif di sebuah peternakan cerpelai di Belanda. Cerpelai dimusnahkan dan dan virus yang bermutasi tidak menginfeksi manusia di negara itu.

Baca Juga

Dilansir BBC, enam negara telah melaporkan wabah virus corona di peternakan cerpelai, di antaranya adalah  Belanda, Denmark, Spanyol, Swedia, Italia, dan AS. Hewan mamalia tersebut selama ini diketahui rentan terhadap virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan infeksi penyakit Covid-19. 

Virus dapat menyebar dengan cepat dari hewan ke hewan dalam kondisi di mana ribuan cerpelai dipelihara dalam jarak dekat. Cerpelai di peternakan dilaporkan terinfeksi oleh manusia selama pandemi Covid-19 dan kemudian kembali menularkan ke manusia, di mana hal ini meningkatkan risiko virus bermutasi. 

Ilmuwan Denmark khawatir bahwa perubahan genetik dalam bentuk virus terkait cerpelai, yang menginfeksi belasan orang, berpotensi membuat vaksin di masa depan menjadi kurang efektif.

Perubahan genetik ada pada protein lonjakan virus, yang penting dalam respons kekebalan tubuh, dan target utama vaksin. Sekuens genom Denmark yang baru-baru ini dirilis , memungkinkan para ilmuwan di negara lain untuk mencari bukti mutasi virus.

Wim van der Poel, seorang ahli kedokteran hewan di Universitas Wageningen mengatakan analisis data genetik dari Belanda mengungkapkan satu kasus mutasi sebelumnya di sebuah peternakan cerpelai pada awal Mei. Ia mengatakan pernah melihat virus mutan dengan mutasi yang sebanding di wilayah pengkodean protein lonjakan peternakan cerpelai di Belanda. 

“Namun virus mutan ini tidak menyebar ke manusia dan cerpelai dari peternakan yang terkena dimusnahkan,” ujar Van Der Poel.

Belanda telah melakukan pemusnahan cerpelai secara luas, meski dalam sejumlah kecil kasus manusia telah tertular virus corona dari cerpelai.

Selama ini cerpelai menjadi bahan utama produk bulu yang biasanya digunakan untuk baju hangat dan mantel. Denmark menjadi produsen bulu cerpelai terbesar di dunia, di mana pasar ekpsor utama negara itu adalah China dan Hong Kong. 

Jutaan cerpelai di Denmark telah dimusnahkan karena kekhawatiran akan virus corona. Namun, negara itu belum mengeluarkan undang-undang yang bertujuan untuk menutup sektor bulu cerpelai.

Belanda, pengekspor bulu cerpelai teratas lainnya, telah mempercepat rencana yang ada untuk menghentikan peternakan bulu, sehingga tenggat waktu maju dari rencana semula pada 2024 menjadi 2021. Prancis baru-baru ini juga mengumumkan bahwa negara akan melarang peternakan cerpelai untuk produksi bulu pada 2025 dan Polandia mungkin akan mengikuti langkah ini.

Sementara itu, James Wood, kepala departemen kedokteran hewan di Universitas Cambridge di Inggris mengatakan perubahan genetik membutuhkan evaluasi yang cermat. Hal itu karena laporan dari Denmark menunjukkan efek pada kekebalan. 

"Ini mungkin yang memicu peningkatan tindakan karantina untuk pelancong dari Denmark. Tetapi evaluasi yang jauh lebih cermat sangat dibutuhkan,” kata Wood. 

Wood lebih lanjut menuturkan bahwa peternakan cerpelai membutuhkan biosekuriti yang ditingkatkan atau justru suspensi saat ini. Ia mengatakan wajar jika virus berubah seiring waktu dan mengakumulasi mutasi, tetapi para ahli sangat prihatin ketika virus berpindah antara manusia dan hewan.

Sejumlah hewan selama ini dilaporkan telah tertular virus dari manusia, tetapi cerpelai menjadi salah satu yang tampaknya sangat rentan. Dirk Pfeiffer, dari Royal Veterinary College di London, mengatakan meskipun mutasi pada virus terjadi sepanjang waktu saat menyebar, tetapi belum diketahui apakah ini mengubah karakteristik virus.

"Pada tahap ini, tampaknya ada masalah dengan keefektifan vaksin, tapi ini masih belum jelas," kata Pfeiffer.

Surveilans yang efektif diperlukan untuk mendeteksi kemunculan patogen baru sejak dini. Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa mengatakan akan mempublikasikan penilaian risiko tentang penyebaran Sars-CoV-2 di peternakan cerpelai pada pekan  ini.

Masih perlu diamati lebih lanjut apakah mutasi pada virus Sars-CoV-2 di Denmark akan terdeteksi di peternakan cerpelai di negara lain. Wabah dari virus yang bermutasi ini dikenal sebagai "cluster 5".

Di Swedia, telah terjadi wabah di peternakan cerpelai di bagian tenggara negara itu. Para ilmuwan melaporkan bahwa mutasi genetik yang ditemukan di antara cerpelai di Denmark sejauh ini belum terdeteksi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement