REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Permasalahan Pekerja Migran Indonesia (PMI) adalah pekerjaan rumah yang kompleks, baik aspek sosial, politik, hukum, kesehatan, pendidikan, ekonomi hingga keamanan. Salah satu yang juga krusial adalah pendampingan yang berkesinambungan agar buruh migran lebih berdaya, termasuk dalam pemanfaatan penghasilan dan gawai sebagai media komunikasi selama bekerja di negara tempat bekerja.
Dalam diseminasi hasil Penelitian Dasar Untuk Terapan tim Peneliti Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Jakarta, pada Ahad (8/11) lalu terungkap model komunikasi yang dilakukan para pekerja migran Indonesia (PMI) adalah menggunakan gawai secara resiprokal dengan kolega dan keluarga di kampung halaman. "Penggunaan gawai menjadi media hiburan yang sangat intens dilakukan PMI, khususnya yang bekerja di sektor formal," kata Dr Nani Muksin, salah seorang peneliti dari FISIP UMJ.
Pemaparan tersebut disampaikannya dalam Webinar bertajuk Komunikasi Berbasis Online PMI di Malaysia Dalam Pengelolaan Keuangan Bersama Keluarga. Tim peneliti yang terdiri atas Dr Nani Muksin, Amin Shabana Msi dan Amin Tohari Msi memaparkan temuan menarik hasil penelitian selama 2 tahun sejak 2018. Hadir pula sebagai pembicara Atase Tenaga Kerja KBRI Malaysia, Budhi H. Laksana.
Nani juga menyebutkan isi pesan yang dibicarakan dengan keluarga masih seputar kebutuhan hidup dan mengobati rasa rindu karena berada jauh dari kampung halaman. PMI formal bekerja di Ladang (Perkebunan), Kilang (Pabrik), sedang informal sebagai asisten rumah tangga. Hingga kini, Jumlah PMI Indonesia yang tebesar bekerja di Malaysia berdasarkan laporan Kementerian Dalam Negeri Kerajaan Malaysia tahun 2015. Tercatat, 728,870 pekerja atau 39 persen adalah PMI, disusul Nepal (24 persen), Bangladesh (13 persen) and Myanmar (7 persen).
Sementara itu Amin Shabana menyampaikan bahwa penelitian ini dilakukan dengan wawancara kepada 17 PMI, yang terdiri atas 14 PMI Perempuan dan 3 PMI Pria. Berdasarkan data yang disajikan jumlah PMI perempuan di Malaysia masih mendominasi sekitar 70 persen berbanding 30 persen PMI pria.
Amin mengungkapkan perbedaan antara PMI perempuan dan PMI pria terkait pengelolaan keuangan, pemanfaatan gawai dan isi pesan komunikasi. Terkait pengelolaan keuangan, temuan yang dipaparkan yaitu "Pengetahuan semua PMI masih sangat rendah terkait yang memahami masalah keuangan. Misalnya, kedua kelompok PMI melakukan tabungan dari sisa gaji setelah dikurangi pengeluaran rutin dan wajib setiap bulan. PMI perempuan lebih disiplin dalam menyisihkan sisa gaji untuk ditabung dibanding PMI pria," tutur Amin.
Terkait pemanfaatan gawai, PMI perempuan lebih komunikatif dibandingkan pria. Mereka lebih sering melakukan kontak dengan keluarga inti di kampung.Tidak saja untuk berkomunikasi dengan kerabat, PMI perempuan juga lebih aktif menggunakan gawai dalam bermedia sosial dibanding kelompok pria. "Rata-rata mereka update status lebih dari 1 kali dalam seminggu. Sayangnya isi update masih seputar kehidupan pribadi saja. Media sosial yang paling banyak digunakan yaitu facebook dan Instagram," katanya.
Temuan lain yang diungkap adalah besaran remitansi yang dikirim. Dengan rata penghasilan mulai dari 1300 MYR-2300 MYR, PMI perempuan lebih besar mengirim uang dibanding pria yaitu rata-rata 800 MYR atau sekitar 2,5 juta perbulan. "PMI perempuan juga lebih detail dan kritis menanyakan penggunaan uang oleh keluarga sesuai peruntukkannya dibanding pria yang lebih cuek dan tidak tentu mengirim,"kata Amin.
Atase Tenaga Kerja KBRI Malaysia, Budhi H. Laksana mengamini temuan yang disampaikan dengan menyatakan PMI bisa menghabiskan hampir 50 persen gajinya untuk kuota pulsa. Budi juga sepakat pekerja migran asal Indonesia di Malaysia memerlukan literasi keuangan agar lebih bisa memanfaatkan penghasilannya secara optimal. Terkait dengan situasi pandemic Covid- 19, Budi menambahkan pemerintah setempat masih menutup "pintu" bagi kedatangan orang asing, terutama yang ingin bekerja. Pemerintah Malaysia mengizinkan jika ada pekerja migran yang akan beralih bidang, seperti dari pekerja konstruksi menjadi buruh di ladang.
Terakhir, tim peneliti menyampaikan telah membuat tools berisi literasi keuangan yang bisa diakses melalui gawai PMI. Tools tersebut berupa website pmicerdas.org, media sosial di facebook page dan Instagram serta prototype pengelolaan keuangan yang sederhana yang dapat diakses di android oleh para PMI.