REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para ulama madzhab memang saling berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya perempuan membaca Alquran. Para ulama dari madzhab Syafii merupakan madzhab yang paling keras menentang wanita haid membaca Alquran.
Salah satu ulama dari kalangan madhzab Syafii, Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu menegaskan wanita haid dilarang membaca Alquran. Beliau berpendapat bahwa telah masyhur (populer) dalam madzhab Syafii bahwa haram hukumnya bagi wanita haid membaca Alquran.
Adapun masa haid yang berlangsung beberapa hari biasanya, menurut beliau, tidak akan sampai membuat seseorang lupa pada hafalannya. Kekhawairan akan hilangnya hafalan Alquran juga dapat ditampik dengan menghafal dan bermuraja’ah terus menerus di dalam. Artinya, wanita haid masih bisa mendekatkan diri dengan Allah dan mengingat Alquran tanpa perlu menyentuh dan membaca Alquran.
Sedangkan Imam Zakaria Al-Anshari dalam kitabnya berjudul Asna Al-Mathalib menjelaskan, tidak halal bagi wanita haid untuk digauli (melakukan hubungan intim suami istri). Begitu juga, haram bagi wanita haid melafadzkan Alquran dan menyentuhnya.
Para ulama madzhab Syafii menentang wanita haid membaca Alquran berdasarkan hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dan hadits lainnya tentang larangan orang junub dan haid membaca sesuatu pun dari Alquran.
Wanita haid dan junub dalam hal ini, menurut para ulama kalangan Syafii, disamakan dengan orang yang junub. Maka bagi mereka, mereka hanya diperbolehkan berinteraksi dengan Alquran dengan membacanya di dalam hati, melihat mushaf, menggerakkan bibir dan jangan sampai suaranya terdengar oleh dirinya sendiri. Maka jika sebatas ini, tidak dianggap sebagai membaca Alquran.