REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut, Jawa Barat, memberlakukan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM) di lingkungan pondok pesantren yang terdapat kasus positif COVID-19. Hal ini untuk mencegah penularan lebih luas penyakit itu.
"Di pesantren juga sudah PSBM. PSBM sampai dengan 15 November 2020," kata Humas Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19 Garut, Yeni Yunita, di Garut, Selasa (10/11).
Ia menuturkan, sejumlah pondok pesantren di Kabupaten Garut sudah menjadi klaster penularan wabah COVID-19 yang menimpa ratusan santri maupun pengurus pesantren.
Pada klaster pondok pesantren di Kecamatan Limbangan, Kecamatan Pangatikan, dan Samarang, jumlah kasus yang terjadi cukup banyak. Sedangkan di kecamatan lainnya jumlah kasusnya lebih sedikit.
"Kalau yang besar (kasusnya) itu tiga, di Limbangan, Pangatikan, dan Samarang, ada dari Bayongbong juga, tapi hanya beberapa orang," katanya.
Perkembangan terakhir kasus terkonfirmasi positif COVID-19 di Samarang, kata dia, mencapai 41 orang santri dan pengurus, seluruhnya sudah dibawa ke rumah sakit untuk menjalani perawatan medis. Hasil laporan di lapangan sebagian besar kasus di klaster pondok pesantren tidak menunjukan gejala sakit. Meski begitu tetap harus diisolasi di rumah sakit agar tidak terjadi penularan.
"Mereka rata-rata tanpa gejala," katanya.
Ia menyampaikan, adanya kasus di klaster pondok pesantren itu membuat jajaran Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19 meningkatkan kewaspadaan dan terus mengingatkan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan. Selain sosialisasi, kata dia, pihaknya sudah meminta langsung kepada seluruh pengurus pondok pesantren di Garut untuk mematuhi protokol kesehatan secara maksimal.
"Seluruh pesantren di Garut diimbau jangan lengah menerapkan protokol kesehatan," katanya.
Laporan Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan COVID-19 Garut jumlah kasus terkonfirmasi positif secara akumulasi sebanyak 980 kasus, 336 kasus isolasi di rumah sakit, 623 kasus dinyatakan sembuh dan 21 kasus meninggal dunia.