Rabu 11 Nov 2020 11:36 WIB

China Segera Operasikan Pelabuhan di Sudan

Pelabuhan di Sudan ini merupakan bagian dari Jalur Sutra Maritim China abad ke-21.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Peta wilayah Sudan.
Foto: africa-confidential.com
Peta wilayah Sudan.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTUM -- Jalur Sutra maritim China abad ke-21 akan segera memiliki misi baru yang tidak terduga: mengirim unta dari Afrika. Ketika pelabuhan Haidob di pantai Laut Merah Sudan selesai pada akhir bulan depan, itu diyakini akan menjadi pusat negara miskin untuk mengekspor domba, kambing, dan mamalia ikonik di gurun ke pasar kawasan timur.

Dilansir dari Bloomberg, Rabu (11/11), operator pelabuhan Sudan mengatakan, ini bagian terbaru dari Belt and Road Initiative, dorongan China untuk menghidupkan kembali dan memperluas rute kuno ke Eropa dan Afrika menggunakan infrastruktur mutakhir.

Baca Juga

Dibangun oleh China Harbour Engineering, proyek senilai 120 juta euro atau sekitar 141 juta dolar AS ini adalah contoh lain dari Beijing yang menjalin hubungan dengan beberapa lokasi dunia yang lebih tidak jelas tetapi berpotensi menguntungkan.

Lebih jauh ke pesisir timur Afrika di Djibouti kecil, China telah membiayai dua pelabuhan di lokasi yang menjadi titik penghubung untuk pengiriman global serta jalur kereta api untuk membantu Ethiopia yang terkurung daratan mengangkut barang-barangnya ke dunia yang lebih luas.

Secara total, 157 negara dan organisasi internasional telah mendaftar, dengan Morgan Stanley memperkirakan pengeluaran akan mencapai 1,3 triliun dolar AS pada tahun 2027.

Peluang mungkin ada juga untuk AS. Awal bulan ini seorang pejabat Kementerian Perdagangan Sudan bertemu  perwakilan Kedutaan Besar Amerika di Khartoum, pertemuan resmi pertama dalam beberapa tahun.

Di antara topik yang dibahas yakni potensi aksesi Sudan ke Organisasi Perdagangan Dunia dan mengembangkan ekspornya ke AS, termasuk permen karet Arab, emas, dan ternak.

Di Sudan, potensi ternak terletak pada pasar ekspor yang memuaskan untuk daging dan susu alternatif. Bank Dunia antara lain telah mengidentifikasinya sebagai industri yang dapat tumbuh untuk negara yang masih belum pulih dari hilangnya sebagian besar cadangan minyaknya imbas pemisahan diri Sudan Selatan pada tahun 2011 dan sanksi ekonomi selama beberapa dekade.

Waktunya mungkin kebetulan. Setelah hampir tiga dekade menjadi paria di dunia barat, Sudan datang dari kedinginan menyusul penggulingan diktator Islam Omar Al-Bashir tahun lalu. Pemerintah transisi sedang berupaya menyelesaikan hutang Sudan dan bantuan keuangan mungkin sedang dalam proses.

Ini bisa mendorong peningkatan pertanian, yang sudah menjadi sektor ekonomi terbesar negara itu. Dalam hal ini, perencana infrastruktur China mungkin telah memilih tempat yang tepat.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement