REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Efendy mendapat penghargaan Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Rabu (11/11).
Kakanda Muhadjir, Hj Sri Hastuti Anshary atas nama keluarga menyatakan bersyukur tiada tara atas anugerah Bintang Mahaputera Adipradana yang diterima Muhadjir. Anugerah ini juga menunjukkan bahwa Presiden Jokowi mempercayai dia sebagai pembantunya. “Keluarga berterima kasih kepada Bapak Presiden Jokowi,” katanya.
“Tentu saja kami bangga. Dalam tradisi keluarga Bani Soeroya, setiap penghargaan apapun, juga bernilai amanat yang harus dipertanggungjawabkan dunia akhirat. Semoga dengan penghargaan ini, menambah semangat dan istiqamah adik saya dalam bekerja mengabdi untuk kemajuan dan kemaslahatan bangsa dan negara,” katanya.
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Dr Fauzan mengatakan, Civitas Akademika UMM ikut bangga atas anugerah bintang Mahaputera yang diterima Muhadjir, mantan Rektor UMM 4 periode ini.
“Sebagaimana beliau mengajarkan kami di kampus, penghargaan apa saja, termasuk anugerah ini, harus disikapi secara proporsional dan dinamis. Yang terpenting adalah kerja keras untuk meningkatkan kemajuan bangsa,” tegasnya.
Kolega Muhadjir di Univeritas Negeri Malang juga menyambut gembira atas penghargaan Bintang Mahaputera itu. Muhadjir adalah menteri pertama dari UM (dulu IKIP Malang). “Nderek sangat senang Pak Menko menerima Bintang Mahaputera. Sukses selalu,” kata Dr Waras, dosen UM yang pernah jadi anak buahnya di Asrama Mahasiswa UM.
Bintang Mahaputera Adipradana merupakan tanda kehormatan yang diberikan Presiden kepada seseorang yang dinilai mempunyai jasa yang besar terhadap bangsa dan Negara Indonesia. Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan, yang menyatakan beberapa syarat khusus untuk menerima Bintang Mahaputera, antara lain berjasa luar biasa di berbagai bidang yang bermanfaat bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara.
Selain itu, penerima penghargaan tersebut dinilai karena memiliki pengabdian dan pengorbanan di bidang sosial, politik, ekonomi, hukum, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, serta bidang lain yang memberi manfaat besar bagi bangsa dan negara. Selain itu, darmabakti dan jasa yang bersangkutan diakui secara luas di tingkat nasional maupun internasional
Muhadjir lahir di Dusun Mojorejo, Desa Klitik, Kecamatan Wonoasri, Kabupaten Madiun, 29 Juli 1956. Ia putra ke 6 dari 9 bersudara pasangan Soeroya (wafat tahun 1984) dengan Hj Sri Subitah (wafat tahun 1989). Ia menyelesaikan pendidikan dasar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al Islam Mojorejo yang didirikan ayahnya. Tamat tahun 1968. Malam harinya dia mengaji di mushalla At Thalhah yang persis di depan rumahnya dengan diasuh pamannya, Kyai Zainuddin. Sejak kecil dia dikenal jago qiraat dan dzibaan.
Melanjutkan ke Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) 4 tahun Madiun tamat tahun 1972. Tamat PGAN 6 tahun di Madiun 1974. Mendapat gelar sarjana muda di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Malang tahun 1978. Saat menyusun skripsi, dia dibimbing Prof A Malik Fadjar yang sekaligus mentornya. Gelar sarjana diraih di Jurusan Pendidikan Sosial IKIP Malang tahun 1982.
Ia meraih master (S2) dalam bidang Manajemen Administrasi Publik di Universitas Gajah Mada (UGM) 1996. Adapun gelar doktor (S3) ilmu-ilmu sosial diraih di Universitas Airlangga (UA) Surabaya. Di kampus itu dia bersahabat dengan Mensesneg Praktikno. Kini dia juga sebagai guru besar Universitas Negeri Malang (UM). Ia menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Kabinet Jokowi-JK mulai 27 Juli 2016 menggantikan Anies Baswedan. Kemudian diangkat menjadi Menko PMK pada Kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin.
Ia menikah dengan Suryan Widati. Dikaruniai 3 anak. Masing-masing Muktam Roya Azidan, Senoshaumi Hably, dan Harbyanto Ken Najjar. Kedua anaknya di pondok pesantren, sedang yang bungsu di SD Muhammadiyah 5 Jakarta.
Hingga kini dia masih berkhidmat menjadi Ketua PP Muhammadiyah. Selain di Muhammadiyah, Muhadjir semasa mudanya aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).