REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Zita Anjani menilai, target Gubernur Anies Baswedan untuk membuat banjir surut dalam enam jam bakal mustahil tercapai. Sebab, infrastruktur pencegahan banjir Jakarta belum mumpuni.
"Kalau mau ke bulan itu pakai roket, kalau naik pesawat baling-baling tidak akan sampai. Jadi gerebek lumpur itu kita apresiasi tapi tidak ada menyelesaikan masalah banjir," kata Zita kepada Republika, Rabu (11/11).
Zita, yang juga menjabat Ketua Pansus Banjir DPRD DKI itu, mengatakan, untuk mencapai target tersebut, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus terlebih dahulu membangun infrastruktur yang dapat menampung debit air lebih banyak. Misalnya, membuat waduk, melebarkan sungai, dan memperbaiki drainase.
"Kalau kapasitas kali/sungai eksisting kita hanya 950 m3/detik, sedangkan rata-rata banjir tahunan debit airnya mencapai 2.100-2.650 m3/detik. Bahkan awal 2020 mencapai 3.389 m3/detik," kata Zita.
Ia juga menyoroti minimnya ruang terbuka hijau di Jakarta, yakni hanya 9,98 persen dari luas total Ibu Kota. Padahal, untuk menyerap air di Ibu Kota dibutuhkan ruang terbuka hijau 30 persen.
"Lalu (Pemprov) mau mengandalkan sumur resapan yang nyatanya baru di bangun 1.772 titik dari 1,8 juta titik yang dibutuhkan. Tentu itu hal yang mustahil untuk menghilangkan genangan dalam 6 jam," kata politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini.
Sebelumnya, Gubernur Anies Baswedan mengatakan, ada dua indikator kesuksesan dalam penanganan penanganan banjir di Ibu Kota. Yakni, banjir harus surut dalam kurun waktu enam jam dan tidak ada korban jiwa akibat banjir. Untuk itu, ia meminta waduk-waduk dikeringkan dan program pengerukan kali atau grebek lumpur dilanjutkan.