REPUBLIKA.CO.ID, PARIS - Duta Besar Azerbaijan di Paris mengecam kantor berita Prancis AFP karena tidak menerbitkan wawancara yang dilakukan dengannya.
"Malu pada AFP dan Didier Lauras yang menolak mempublikasikan wawancara saya," kata Rahman Mustafayev dalam cuitannya, sambil melampirkan email yang dia terima.
Dia juga mengkritik media lain yang dia tuduh "secara sistematis menolak untuk memberikan pernyataannya".
"Beginilah kebebasan berekspresi 'bekerja' di Prancis," imbuh dia.
Dalam wawancara dengan Anadolu Agency pekan lalu, Mustafayev mengecam "sikap acuh tak acuh" Prancis terhadap pendudukan Armenia di Karabakh, wilayah Azerbaijan yang diakui secara internasional.
"Diplomasi Turki sedang berfokus pada solusi di Nagorno-Karabakh; mereka tidak membalas provokasi Armenia dengan cara yang sama dengan menjatuhkan bom ke tempat-tempat yang berjarak 250 kilometer dari zona konflik," tutur dia.
"Saya tidak mengerti mengapa dukungan ini mengganggu elit Prancis," tambah dia.
Dia juga menggarisbawahi orang-orang Armenia juga melanggar hukum Prancis dengan mengakui Nagorno-Karabakh sebagai wilayah Armenia. Mustafayev mengatakan Kedutaan Besar Azerbaijan di Paris telah diancam dan diserang berkali-kali.
"Jika aturan hukum dipertanyakan, maka tidak normal bagi Prancis untuk membiarkan semua ini terjadi," tukas dia.
Konflik Karabakh Atas
Hubungan antara dua bekas republik Soviet itu tegang sejak 1991, ketika militer Armenia menduduki Karabakh Atas, wilayah Azerbaijan yang diakui secara internasional.
Bentrokan baru meletus pada 27 September dan seruan internasional untuk menghentikan pertempuran tidak dijawab. Armenia melanjutkan serangannya terhadap warga sipil dan pasukan Azerbaijan.
OSCE Minsk Group - diketuai bersama oleh Prancis, Rusia, dan AS - dibentuk pada tahun 1992 untuk menemukan solusi damai untuk konflik tersebut, tetapi tidak berhasil. Gencatan senjata disepakati pada tahun 1994.
Banyak kekuatan dunia telah mendesak gencatan senjata dan memulai dialog. Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev mengatakan Turki harus terlibat dalam proses untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun itu.