REPUBLIKA.CO.ID, BAKU -- Perjanjian damai antara Azerbaijan dan Armenia memunculkan tanggapan yang sangat berbeda antara kedua negara. Yerevan harus menerima kekacauan dan Baku merayakan dengan suka cita.
Protes berkobar di ibu kota Armenia, Yerevan setelah pengumuman kesepakatan yang ditengahi Rusia mengakhiri perang untuk menguasai Nagorno-Karabakh pada Selasa (10/11). Perdana Menteri Nikol Pashinyan mengatakan kediaman resminya telah digeledah.
Dikutip dari The Wall Street Journal, penduduk pun melampiaskan kemarahan atas perjanjian yang dianggap sebagai bentuk penyerahan diri. Mereka menuduh pemerintah telah menyerah kepada Azerbaijan, menyerahkan wilayah yang mereka anggap sebagai bagian dari tanah air leluhur.
Etnis Armenia di seluruh dunia pun menggunakan media sosial untuk mencemooh Pashinyan sebagai pengkhianat. Meski, terdapat beberapa pesan mengucapkan terima kasih karena dia telah menghentikan konflik berdarah.
Pashinyan mengatakan perjanjian itu sangat menyakitkan tetapi merupakan solusi terbaik. Dalam pidato langsung di halaman Facebook, dia menyatakan telah membuat keputusan untuk menandatangani pakta setelah mendengar dari militer kalau mereka telah menghabiskan sumber dayanya.
Sedangkan di Azerbaijan, televisi pemerintah menyiarkan adegan-adegan perayaan dengan orang-orang menari. Warga pun menghujani militer dan Presiden Ilham Aliyev pujian atas langkah lebih dekat untuk merebut kembali wilayah Nagorno-Karabakh.
"Saya berterima kasih kepada Aliyev karena telah mengembalikan Khojaly kepada kami. Karabakh kami bebas," kata seorang pria kepada saluran TV Az, merujuk pada kota Nagorno-Karabakh yang dikuasai oleh orang-orang Armenia.
Nagorno-Karabakh merupakan wilayah yang dihuni dan dikendalikan oleh etnis Armenia tetapi diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan. Wilayah ini telah menjadi pusat konflik yang membara yang telah melanda kedua negara selama hampir tiga dekade.