Rabu 11 Nov 2020 19:39 WIB

Polisi New York Kini tak Bisa Paksa Muslimah Lepas Jilbab

Polisi New York setuju mengubah kebijakannya.

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Ani Nursalikah
Polisi New York Kini tak Bisa Paksa Muslimah Lepas Jilbab. Polisi New York (ilustrasi).
Foto: AP / John Minchillo
Polisi New York Kini tak Bisa Paksa Muslimah Lepas Jilbab. Polisi New York (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Departemen Kepolisian New York (NYPD), AS setuju untuk berhenti memaksa wanita Muslim melepas jilbab dalam sesi foto penangkapan dan penahanan. Polisi setuju mengubah kebijakannya dan mengizinkan orang-orang beragama untuk difoto dengan penutup kepala selama wajah mereka dibiarkan terlihat.

Kebijakan ini diambil karena adanya beberapa tuntutan hukum yang mahal atas praktik tersebut. Salah satu gugatan diajukan oleh Jamilla Clark dan Arwa Aziz, yang masing-masing mengalami insiden terpisah karena harus melepas jilbab mereka atas permintaan departemen kepolisian.

Baca Juga

"Mengerikan bahwa ini terjadi selama bertahun-tahun di New York dan kota kami mengkhianati nilai-nilai inklusi agama.Tapi sekarang kami tidak akan melihat lagi warga New York yang menjadi sasaran kebijakan diskriminatif ini,"kata Albert Fox Cahn, seorang pengacara yang mewakili wanita dalam gugatan mereka, dilansir dari Middle East Eye, Selasa (10/11).

Dalam gugatannya Clark menceritakan telah menangis dan merasa telanjang setelah dipaksa melepas jilbabnya selama berjam-jam. Ia ditahan pada Januari 2017 dengan tuduhan tingkat rendah karena melanggar perintah perlindungan.

Pada Agustus di tahun yang sama, Aziz ditangkap atas tuduhan serupa di Brooklyn. Dia mengatakan polisi menyuruhnya melepas jilbabnya untuk foto penangkapan resmi di lorong yang ramai dengan puluhan tahanan pria yang menonton.

Perlindungan untuk semua kelompok agama

Di bawah penyelesaian baru, pihak berwenang tidak akan diizinkan memaksa wanita melepas penutup kepala mereka kecuali diperlukan untuk penggeledahan. Departemen juga telah setuju mendokumentasikan selama tiga tahun ke depan setiap contoh di mana memaksa seseorang untuk melepaskan penutup kepala terkait agama.

Para petugas juga akan dilatih bertindak dan memungkinkan narapidana tetap mengenakan penutup kepala untuk menghormati privasi, hak, dan keyakinan agama mereka. Perubahan kebijakan yang dicapai di pengadilan distrik federal di Manhattan akan memungkinkan kelompok agama lain mengenakan jenis penutup kepala lainnya, seperti kopiah dan wig yang dikenakan Yahudi Ortodoks dan turban yang dikenakan oleh Syiah.

Perjanjian tersebut adalah contoh terbaru dari perubahan kebijakan NYPD untuk mengakomodasi praktik keagamaan. Setelah gugatan serupa diajukan pada 2016, departemen itu menyetujui kebijakan baru yang mengizinkan petugas memakai serban dan menumbuhkan jenggot karena alasan agama.

Dalam sebuah pernyataan pada Senin, Kepala Divisi Litigasi Federal Khusus Departemen Hukum Kota, Patricia Miller memuji perubahan kebijakan terbaru sebagai reformasi yang baik untuk NYPD. "Kita dengan hati-hati menyeimbangkan rasa hormat departemen untuk keyakinan agama yang dipegang teguh dan kebutuhan penegakan hukum yang sah untuk mengambil foto penangkapan, dan harus menjadi contoh bagi departemen kepolisian lain di negara ini," katanya.

Pelepasan paksa jilbab adalah hal biasa dan sering mengakibatkan proses pengadilan. Pada April lalu, wanita Muslim mengajukan gugatan federal terhadap departemen polisi Yonkers di New York setelah dia juga dipaksa melepas jilbabnya untuk foto mugshot. 

Pada Juni, Alaa Massri yang berusia 18 tahun, seorang aktivis Black Lives Matter, ditangkap setelah bentrokan pecah antara demonstran dan polisi dan dia dipaksa untuk melepas jilbabnya di Miami, Florida. Pada saat itu, Massri mengatakan dia dibiarkan tanpa jilbab selama tujuh jam, sementara foto-fotonya tersedia untuk media yang tak terhitung jumlahnya. Beberapa di antaranya menerbitkan fotonya secara online.

https://www.middleeasteye.net/news/new-york-police-agree-stop-forcing-muslim-women-remove-hijab-arrest

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement