Rabu 11 Nov 2020 21:01 WIB

Vaksin Pfizer Diklaim Efektif, IDI: Bisa Jadi Harapan

Pfizer mengklaim vaksin Covid-19 produksi mereka memiliki efektivitas 90 persen.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
Pfizer merupakan satu dari banyak perusahaan farmasi yang berlomba-lomba menyediakan vaksin Covid-19 di pasar.BioNTech dan Pfizer pada Senin (27/7) memulai uji klinis terakhir atau tahap III untuk calon vaksinnya guna mengetahui khasiat anti virus tersebut.
Foto: EPA
Pfizer merupakan satu dari banyak perusahaan farmasi yang berlomba-lomba menyediakan vaksin Covid-19 di pasar.BioNTech dan Pfizer pada Senin (27/7) memulai uji klinis terakhir atau tahap III untuk calon vaksinnya guna mengetahui khasiat anti virus tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyambut baik laporan vaksin buatan perusahaan Pfizer dan BioNTech yang berhasil menjalankan uji klinis terhadap 43.500 orang di enam negara. PB IDI menyebutkan, vaksin ini bisa menjadi harapan jika dipakai di Indonesia.

Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Daeng M Faqih, interim report atau laporan sementara Pfizer memang hasilnya bagus bahwa 90 persen bisa melindungi.

Baca Juga

"Itu bisa menjadi harapan. Sebenarnya semua vaksin, bukan hanya Pfizer, melainkan juga Sinovac yang kerja sama dengan China juga menunjukkan hasil uji klinis yang menggembirakan meskipun belum selesai seperti Pfizer," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (11/11).

Sebab, pihaknya mendapatkan informasi dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pemrodukis vaksin, Bio Farma bahwa uji klinis Sinovac juga berjalan dengan baik. Pun halnya dengan vaksin buatan Astra Zeneca, yang uji kliniksnya sejauh ini dinilai baik dan aman.

Dari pantauan IDI, dia melanjutkan, semua uji klinis vaksin-vaksin ini sudah on the track. Artinya, tinggal menunggu laporan resmi menunjukkan hasil yang baik meski memang belum diumumkan.

"PB IDI sangat mendukung pemerintah menyediakan vaksin yang bermutu, aman, dan efektif. Namun, yang penting bagi IDI bukan merek vaksinnya, melainkan hasil uji kliniknya terbukti baik, efektif, dan aman," ujarnya.

Daeng menambahkan, jika vaksin lolos uji klinis fase tiga dan terbukti menunjukkan keamanan dan efikasinya bagus maka ini jadi hal yang baik. Ia menegaskan, pihaknya sebagai organisasi profesi kedokteran tidak mau merekomendasikan vaksin merek tertentu. Menurutnya, PB IDI mendorong atau dukung adalah menyediakan vaksin yang memiliki mutu baik, aman, dan efektif.

"Jadi, vaksin dari mana saja terserah karena kami tidak berbicara merek. Titik poinnya bukan mereknya tetapi vaksin yang disediakan itu dari hasil ujinya menunjukkan aman, mutunya baik, berkhasiat, dan efektif," katanya.

Berdasarkan laporan Pfizer, uji klinis di AS, Jerman, Brasil, Argentina, Afrika Selatan, dan Turki menunjukkan 90 persen efektivitas diketahui setelah tujuh hari setelah dosis kedua disuntikkan kepada relawan. Namun, data yang didapat belum menjadi analisis akhir karena hanya didasarkan pada 94 sukarelawan pertama.

"Ini adalah langkah yang signifikan lebih dekat untuk menyediakan orang-orang di seluruh dunia dengan terobosan yang sangat dibutuhkan untuk membantu mengakhiri krisis kesehatan global ini," ujar COO Pfizer, Albert Bourla.

Sementara, Ugur Sahin, salah satu pendiri BioNTech, menggambarkan hasil ini sebagai tonggak sejarah. Dalam pernyataan bersama, Pfizer dan BioNTech menyatakan, akan memiliki data keamanan yang cukup pada minggu ketiga November untuk membawa vaksin mereka ke regulator.

Kedua perusahaan tersebut mengatakan mereka akan dapat memasok 50 juta dosis pada akhir tahun ini dan sekitar 1,3 miliar pada akhir tahun 2021. Setiap orang membutuhkan dua dosis. Inggris seharusnya mendapatkan 10 juta dosis pada akhir tahun, dengan 30 juta dosis lagi sudah dipesan.

photo
Vaksin Covid-19 generasi pertama kemungkinan besar belum sempurna. - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement