Kamis 12 Nov 2020 13:50 WIB

BWI: Setengah Tanah Wakaf di Indonesia Belum Bersertifikat.

Tertib administrasi adalah kunci agar tanah wakaf tidak jadi sengketa.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
BWI: Setengah Tanah Wakaf di Indonesia Belum Bersertifikat. Seorang penerima memperlihatkan sertifikat tanah wakaf masjid, mushala, dan pasantren.
Foto: Antara/Irwansyah Putra
BWI: Setengah Tanah Wakaf di Indonesia Belum Bersertifikat. Seorang penerima memperlihatkan sertifikat tanah wakaf masjid, mushala, dan pasantren.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Imam Teguh Saptono mengakui ada potensi terjadi sengketa saat mengurus aset wakaf, khususnya tanah. Dia mengatakan, setiap tanah wakaf bila aspek administrasinya tidak diurus dengan baik, berpotensi menimbulkan sengketa di masa mendatang.

"Khususnya setelah orang yang mewakafkan (wakif) meninggal dunia. Dan sengketa yang paling sering terjadi adalah antara pengelola aset wakaf (nadzir) dengan pihak ahli waris," ujar dia kepada Republika.co.id, Kamis (12/11).

Baca Juga

Imam juga mengakui, dari 4,2 miliar meter persegi luas tanah wakaf di Indonesia dengan jumlah persil 400 ribu, baru separuhnya yang telah disertifikatkan oleh nadzir ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ini didasarkan pada catatan BWI yang mengacu pada data Sistem Informasi Wakaf Kementerian Agama.

Karena itu, Imam mengatakan, berbagai hal terkait administrasi pengurusan tanah wakaf harus diselesaikan. Imam menjelaskan, aspek administrasi yang dimaksud meliputi pembuatan akta ikrar wakaf, sampai menjadi sertifikat yang melibatkan wakif, nadzir, dan BPN.

Direktur Jenderal Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin sebelumnya menuturkan saat ini tengah melakukan pemetaan potensi wakaf dan mitigasi sengketa yang kerap timbul di masyarakat. Hal itu dilakukan karena banyak aset wakaf terseret dalam sengketa.

Menurut Kamaruddin, para pemangku perwakafan perlu menguasai seluk-beluk pertanahan dan perwakafan. Banyak masalah tanah wakaf yang berujung sengketa dimulai dari ketidakpahaman terhadap persoalan pertanahan.

"Tertib administrasi adalah kuncinya. Khususnya para kepala KUA, harus paham undang-undang pertanahan dan regulasi perwakafan," ujarnya.

Dia mengingatkan, potensi wakaf yang sangat besar berbanding lurus dengan besarnya potensi sengketa. Hal ini juga disebabkan meningkatnya valuasi aset wakaf. Di sinilah berbagai celah administrasi menjadi pintu masuk bagi pihak-pihak yang ingin mengambil alih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement