Kamis 12 Nov 2020 14:00 WIB

BioNtech: Dengan Kecepatan Cahaya Buat Vaksin Korona Pertama

Vaksin corona pertama diteliti oleh sepasang suami istri, migran dari Turki.

Red: Dwi Murdaningsih
Kepala Pejabat Medis BioNTech Özlem Türeci bersama suaminya CEO BioNTech Ugur Sahin
Foto: Twitter
Kepala Pejabat Medis BioNTech Özlem Türeci bersama suaminya CEO BioNTech Ugur Sahin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --BioNtech yang bekerjasama dengan Pfizer diambang sukses meluncurkan vaksin Corona pertama di dunia. Tokoh di belakang sukses ini, dua ilmuwan Jerman keturunan Turki, Ugur Sahin dan Özlem Türeci.

Lightspeed, alias kecepatan cahaya, demikian nama proyek perusahaan Jerman BioNtech yang dimulai bulan Januari 2020. Targetnya adalah mengembangkan vaksin untuk melawan virus corona dalam tempo yang mencatat rekor. Lazimnya pengembangan vaksin memerlukan waktu antara 8 hingga 10 tahun.

Baca Juga

Di balik proyek ambisius dari perusahaan bioteknologi Jerman ini ada dua tokoh, suami istri Ugur Sahin dan Özlem Türeci. Kedua ilmuwan ini berlatar belakang migran, orangtua mereka berasal dari Turki.

Ketika wabah corona melanda Cina bulan Januari 2020, dan belum ada satupun di Jerman merasa khawatir akan pecahnya pandemi, kedua pakar kedokteran ini sudah bereaksi positif.

Sahin dan Türeci langsung mengarahkan riset untuk mencari vaksin anti virus corona. Tiga bulan kemudian BioNtech sudah punya kandidat vaksin yang memasuki fase pengembangan klinis.

Berbasis riset perangi kanker

Kedua pakar kedokteran ini sebelumnya memfokuskan riset untuk memerangi kanker. Namun metode yang mereka gunakan berbeda sangat jauh dari terapi kanker konvensional.

Sahin dan  Türeci mengetahui, para pasien kanker tidak ada yang mengalami mutasi genetika sel kanker yang persis sama atau identik. Karena itu pasien kanker tidak bisa diterapi dengan tindakan operasi, chemoteraphy atau radiasi yang seragam dan baku. Ini artinya setiap pasien memerlukan terapi yang spesial dirancang buat tiap personal.

Kedua pakar kedokteran itu juga mengetahui, tubuh manusia kebanyakan bisa menolong diri sendiri saat diserang virus atau bakteri. Sasaran Sahin dan Türeci adalah, mengembangkan terapi imunisasi yang merangsang mekanisme penyembuhan diri sendiri dan melepas “polisi“ dari sistem kekebalan tubuh, untuk memerangi dan membasmi sel tumor jahat.

Riset sebagai jalan hidup

“Saya menyadari sejak dini, tertarik pada ilmu pengetahuan dan teknologi,“ ujar Sahin saat menerima penghargaan Mustafa 2019.

Dilahirkan di Turki 54 tahun silam, Ugur Sahin dibawa orangtuanya bermigrasi ke Jerman pada usia 4 tahun. Ayahnya bekerja di pabrik mobil Ford di Köln.

Dia kuliah jurusan kedokteran di Unversitas Köln. “Saya tertarik pada terapi sistem imunitas,“ ujarnya.

Pada usia 20 tahun Sahin mulai melakukan riset dan bekerja di laboratorium. “Saat teman kuliah pulang ke rumah setelah usai perkuliahan pukul 16, saya biasanya langsung menuju laboratorium dan bekerja di sana. Biasanya sampai jam 21 atau 22, tapi kadang bisa sampai jam 4 pagi,“ ujar Sahin mengenang.

Tahun 1992 Sahin lulus program Doktoral dengan penghargaan Summa cum laude. Ia kemudian bekerja sebagai dokter ahli penyakit dalam dan hematologi/onkologi di Rumah Sakit Universitas Köln. Ia kemudian pindah ke rumah sakit Universitas Saarland, dimana ia bertemu dengan Özlem Türeci yang jadi istrinya hingga sekarang.

Membidani kelahiran Biontech

Özlem Türeci adalah putri seorang dokter yang bermigrasi dari Istanbul, Turki ke Jerman. Ia kuliah kedokteran di Universitas Saarland. Dia kini bekerja sebagai dosen di Universitas Mainz dan dikenal sebagai pionir terapi kanker dengan imunitas.

Türeci juga terkenal sebagai dokter ahli terapi kanker dengan obat imunitas yang sangat memperhatikan kepentingan pasiennya. “Semua itu terbentuk berkat ayah saya yang bekerja sebagai dokter dan sangat memfokuskan pada kepentingan pasien,“ ujarnya.

Tahun 2001 bersama Sahin, calon suaminya ketika itu, Türeci mendirikan Ganymed Pharmaceuticals, perusahaan biofarmasi yang mengembangkan obat kanker terapi imunitas. Tahun 2016 perusahaan itu dijual dengan harga 422 juta Euro.

Tahun 2008 Sahin dan Türeci mendirikan sebuah perusahaan bio teknologi lainnya, yang namanya kini mencatatkan sejarah: BioNtech. Perusahaan ini terutama mengembangkan teknologi dan obat untuk terapi imunitas yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu.

Harapan perangi Covid-19

Vaksin pertama virus corona dari proyek "Lightspeed" diharapkan mendapat izin edar cepat di AS pada pertengahan November 2020. Untuk itu mitra BioNtech di AS, Pfizer akan mengajukan izin penggunaan darurat.

Data teranyar menunjukkan kandidat vaksin BioNtech yang diberi nama BNT162 memberikan perlindungan 90 persen terhadap Covid-19, demikian pengumuman bersama BioNtech dan Pfizer Senin (09/11). Perusahaan bio farmasi ini menjadi yang pertama mendaftarkan untuk mendapat regulasi vaksin dalam lomba melawan corona di negara maju.

Komisi pengawas farmasi Eropa- EMA awal Oktober lalu sudah mengumukan proses pemberian izin bagi vaksin corona dari BioNtech dan Pfizer. Vaksin saat ini sedang dites dalam fase ketiga uji klinis pada sekitar 10.000 relawan.

Untuk mempercepat pemberian izin, hasil tes yang sedang berjalan terus dikaji, hingga dihimpun cukup pengetahuan untuk menarik keputusan memberikan dokumen perizinannya, demikian diumumkan EMA.

BioNtech saat ini memiiki 1.300 pegawai dari 60 negara. Separuh pegawai adalah perempuan dan sekitar 30 persen dari seluruh pegawai memiliki gelar Doktoral. Bulan Oktober lalu, BioNtech menembus lantai bursa teknologi Nasdaq di AS, dan perusahaan terus berkembang.

 

sumber: https://www.dw.com/id/tokoh-di-balik-sukses-biontech-dan-vaksin-corona-pertama/a-55554804

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement