Kamis 12 Nov 2020 15:23 WIB

Koalisi Masyarakat Layangkan Somasi kepada Menkes Terawan

Kompak akan menunggu selama 14 hari sejak somasi pertama dilakukan.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agus Yulianto
Peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan (kanan), Pengurus Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Muhammad Joni (tengah) dan Pegiat Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) yang juga Koordinator Solidaritas Advokasi Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA) Tubagus Haryo Karbyanto, berbincang disela diskusi dengan tema Ironi Diskon Rokok ditengah Visi Jokowi Membangun Manusia Indonesia, di Jakarta, Selasa (20/8/2019).
Foto: Antara/Ho
Peneliti Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Abdillah Ahsan (kanan), Pengurus Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Muhammad Joni (tengah) dan Pegiat Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) yang juga Koordinator Solidaritas Advokasi Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA) Tubagus Haryo Karbyanto, berbincang disela diskusi dengan tema Ironi Diskon Rokok ditengah Visi Jokowi Membangun Manusia Indonesia, di Jakarta, Selasa (20/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Masyarakat Peduli Kesehatan (Kompak) mendorong Kementerian Kesehatan untuk segera melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Pada Kamis (12/11) dilakukan aksi somasi di depan Kantor Kemenkes sekaligus orasi virtual.

Pengurus Komnas Pengendalian Tembakau, Tubagus Haryo Karbyanto mengatakan, Keputusan Presiden (Keppres) yang mengamanatkan untuk revisi PP 109/2012 sudah ada sejak tahun 2018. Namun, sejak Keppres tersebut turun, revisi terhadap PP yang bersangkutan belum juga dilakukan.

"Informasi yang kami dapatkan sudah ada 8 PAK (Pertemuan Antar Kementerian), tapi itu mentok dan akhirnya diambil alih oleh Kemenko PMK. Bahkan Menko PMK sudah dua kali mengirimkan surat ke Kemenkes. Tapi proses ini kembali stuck," kata Tubagus, dalam orasi virtual, Kamis (12/11).

photo
Orang tua perokok kerap meremehkan bahaya kebiasaan mereka terhadap anak-anaknya. (Ilustrasi) - (AP)

Dia mengatakan, Kemenkes seharusnya terbuka atas apa kendala yang mengganggu proses revisi ini. "Apakah ini bagian dari tobaco industry interference, seharusnya Kemenkes mengatakan itu dengan lebih lugas sehingga hambatan yang ada bisa diketahui oleh masyarakat," kata dia menambahkan.

Sementara itu, perwakilan dari Komunitas Peduli Udara Bersih (Kopdar) Bagas Abdillah mengungkapkan, promosi rokok sudah sangat meresahkan. Khususnya bagi anak-anak, jika promosi rokok tidak segera diberi peraturan yang tegas, maka akan berpeluang meningkatkan jumlah perokok anak.

Menurutnya, selama ini pemerintah gagal menurunkan jumlah perokok anak. Sebelumnya, perokok anak tercatat sebanyak 7,2 persen. Namun, berdasarkan pencatatan terakhir perokok anak naik menjadi sebanyak 9,1 persen di Indonesia. Hal ini, kata Bagas sangat mengkhawatirkan.

Dia menjelaskan, sejak 3 Mei 2018 seharusnya revisi PP 109/2012 sudah bisa diselesaikan saat ini. Namun, Bagas menilai, segala prosesnya tidak kunjung menemui titik terang dan cenderung melambat. Padahal, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) menegaskan bahwa PP tersebut harus segera direvisi.

"Cukuplah dua tahun tertunda, jangan ditunda lagi. Segera selesaikan apa yang jadi tanggung jawab Bapak," kata Bagas menegaskan.

Sementara itu, perwakilan aktivitas perwakilan Kompak, Margianta SJD mengatakan masalah pengamanan zat adiktif berupa rokok ini sebenarnya adalah cerita lama yang tidak kunjung selesai. Ia menilai, pemerintah gagal melindungi generasi mda dari rokok dengan membuat peraturan yang tidak solutif.

"Kesehatan anak bukan hambatan investasi. Ketika masyarkat merokok, merokok itu untuk siapa? Banyak industri rokok dimonopoli oleh perusahaan besar, mereka semakin kaya, sementara rakyat makin miskin, makin sakit-sakitan," kata Margianta.

Aksi yang dilakukan secara langsung dan virtual ini dimulai sejak pukul 8.00 WIB. Beberapa jam aksi ini berjalan, peserta aksi di depan Kantor Kemenkes akhirnya diizinkan untuk melakukan audiensi. Namun, sayangnya yang menemui para peserta aksi bukan Menkes Terawan Agus Putranto secara langsung.

Berdasarkan informasi dari peserta aksi di lapangan, audisensi dan somasi yang dilayangkan telah diterima Kemenkes dan akan ditindaklanjuti. Terkait hal ini, para peserta aksi berjanji untuk mengawasi Kemenkes terkait progres revisi PP 109/2012 ini.

Tubagus mengatakan, Kompak akan menunggu selama 14 hari sejak somasi pertama dilakukan. Selama waktu tersebut, Kemenkes harus melakukan upaya untuk menggerakkan kembali proses penyelesaian revisi PP. Setelah 14 hari berlalu, Kemenkes diminta untuk menyampaikan kepada publik perkembangan revisi.

"Jadi ini somasi pertama, jika dalam 14 hari tidak ada kabar apapun terhadap arah penyelesaian revisi ini, maka kami akan melanjutkan membuat somasi yang kedua," kata Tubagus menegaskan. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement