REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBERG -- Afrika Selatan akan mengizinkan masuk pengunjung dari semua negara dalam upaya untuk meningkatkan sektor pariwisata dan perhotelan, Presiden Cyril Ramaphosa mengatakan pada Rabu (11/11).
Afsel, negara yang ekonominya paling maju di benua Afrika, telah mengalami peningkatan infeksi sejak melonggarkan pembatasan lockdown pada September ke level terendah.
Dengan lebih dari 740.000 kasus Covid-19 dan sedikitnya 20.000 kematian, Afrika Selatan saat ini memiliki jumlah kasus Covid-19 tertinggi yang dikonfirmasi di Afrika.
Ramaphosa, dalam pidato nasional yang disiarkan televisi, mengatakan jam perdagangan normal untuk alkohol akan dipulihkan. Penjualan sebelumnya dibatasi pada akhir pekan dalam upaya untuk mengurangi tekanan pada rumah sakit karena kecelakaan terkait alkohol.
"Kami juga membuka perjalanan internasional dari semua negara dengan tunduk pada protokol kesehatan yang diperlukan dan penyerahan sertifikat negatif Covid-19," katanya.
"Dengan menggunakan tes cepat dan pemantauan ketat, kami bermaksud membatasi penyebaran infeksi dari kasus impor," ia menambahkan. "Kami berharap langkah-langkah ini akan sangat membantu bisnis di sektor pariwisata dan perhotelan."
Namun, Ramaphosa memperingatkan potensi kebangkitan kembali infeksi, dengan mengatakan jumlah kasus baru di provinsi Eastern Cape 50 persen lebih tinggi daripada minggu sebelumnya. Tingkat infeksi yang lebih tinggi juga terlihat di wilayah Northern Cape dan Western Cape.
"Kami juga telah melihat di negara-negara lain bagaimana munculnya kembali Covid-19 dapat menghancurkan harapan untuk pemulihan ekonomi yang cepat," katanya.
Presiden tidak memberikan rincian lebih lanjut, atau tanggal spesifik untuk pembukaan kembali. Seorang juru bicara kepresidenan tidak bisa dihubungi untuk dimintai komentar.
Afrika Selatan membuka perbatasannya untuk beberapa wisatawan internasional pada awal Oktober setelah menerapkan larangan selama enam bulan. Namun pada saat itu, pembatasan diterapkan pada pengunjung dari negara-negara berisiko tinggi, dengan daftar terbaru termasuk Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, Brasil, dan India.
Afsel sangat bergantung pada pariwisata, yang sebelum pandemi menyumbang hampir sembilanpersen dari produk domestik bruto dan mempekerjakan lebih dari empat persen tenaga kerja. Perekonomian sudah berada dalam resesi sebelum pandemi melanda, dan salah satu penguncian paling ketat di dunia yang diterapkan negara itu telah memperburuk kesengsaraan. Jutaan warganya kehilangan pekerjaan atau semakin terdesak ke dalam kemiskinan.