REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) DIY, Hanik Humaida mengatakan, ancaman erupsi Gunung Merapi mengarah ke Kali Gendol, Sleman. Kali Gendol ini berada di wilayah tenggara Merapi.
"Untuk bahayanya itu masih potensi utama di Kali Gendol karena (bukaan) permukaan kawah ke arah Kali Gendol. Artinya ancaman utama ada di Kali Gendol," kata Hanik, di barak pengungsian di Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman.
Walaupun begitu, kata Hanik, deformasi Merapi juga terjadi ke arah barat. Sehingga, ancaman erupsi juga berpotensi terjadi di wilayah barat Merapi. "Karena ada deformasi ke arah barat juga, potensi ke sana juga ada," ujarnya.
Pihaknya memprediksi bahwa erupsi Gunung Merapi tidak akan sebesar seperti 2010 lalu. Walaupun terus mengalami kenaikan, perkembangan aktivitas Merapi cenderung melambat.
"Insya Allah erupsi di 2020 kalau data masih seperti ini terus, maka tidak terjadi. Kalau (ada letusan) eksplosif itu tidak sebesar 2010," jelasnya.
Ia menjelaskan, untuk memprediksi kecepatan dan besar luncuran erupsi, baru dapat dipastikan saat kubah lava sudah terbentuk. Namun, dipastikan bahwa kubah lava Merapi akan lebih besar dari kubah 2006.
"Kalau kubah lava sudah muncul di permukaan, kami bisa menghitung kecepatan, besar dan volumenya (luncuran erupsi) berapa. Nanti kita gunakan untuk menghitung seberapa jauh kalau terjadi suatu erupsi dan (informasi) ini akan (terus) kita perbaharui," ujar dia.
Selain itu, hingga saat ini magma juga belum muncul ke permukaan. Hal ini dikarenakan kurangnya kandungan gas pada magma.
"Saat magma menuju ke permukaan, salah satu faktor penyebabnya adalah gas. Ini menunjukkan bahwa kenapa sampai saat ini magma pelan-pelan jalannya karena memang magma ini miskin akan gas," tambahnya.