REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) mendesak perbankan agar mempermudah proses pengajuan kredit perumahan. Apalagi saat ini pengembang susah payah mencari konsumen.
Ketua Umum DPP Apersi Junaidi Abdillah mengatakan, jika pengembang berhasil menggaet konsumen, proses perbankan bisa lebih sederhana.
"Pencarian konsumen jadi kendala. Sehingga kalau dapat konsumen, kita harap adanya kemudahan-kemudahan proses perbankan terutama BTN yang sangat konsisten dengan rumah untuk masyarakat menengah ke bawah," ucap dalam konferensi pers virtual, Kamis (12/11).
Tak hanya dari pemerintah dan Bank Indonesia, asosiasi melihat peningkatan potensi penjualan rumah juga perlu dukungan stimulus dari bank dan sesama pengembang. Perbankan diharapkan bisa memberikan kemudahan dan percepatan proses KPR serta penurunan bunga cicilan.
"Mudah-mudahan ada kemudahan dari bank karena konsumen saat ini butuh bantuan terutama dari sisi angsuran," ucapnya.
Junaidi melihat mereka perlu memberikan stimulus berupa keringanan uang muka atau down payment (DP). Lalu, bisa juga berupa penurunan harga jual rumah dan diskon.
"Juga pembebasan biaya proses atau biaya pajak kepada nasabah atau pembeli," kata dia.
Lebih lanjut, menurutnya, dampak pandemi Covid-19 sudah menekan penjualan rumah, khususnya dari kalangan masyarakat menengah. Padahal, mereka berkontribusi sekitar 50 persen sampai 55 persen dari total penjualan rumah.
"Kami memperkirakan realisasi penjualan rumah mungkin hanya mencapai 132 ribu unit atau 60 persen dari target tahun ini sekitar 221 ribu unit," ungkap Junaidi.
Kendati begitu, perkiraan itu masih lebih tinggi dari realisasi penjualan rumah sebanyak 89 ribu unit pada 2019.
"Permintaan hunian turun 40 persen pada era covid, tapi sebenarnya ini mungkin bukan permintaan yang turun, tapi minat untuk belinya yang membuat turun," kata dia.