REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak kecil, Dian Sastrowardoyo mengaku, sudah dikenalkan sastra Indonesia oleh sang ibu. Secara tidak langsung kondisi itu membentuk seleranya terhadap sastra.
“Dari kecil sudah kunyah sastra Indonesia, jadi punya taste, selera, sudah tersusun,” kata Dian dalam acara virtual Jakarta Content Week, Kamis (12/11).
Selera terhadap sastra yang sudah terbentuk sejak kecil membuat Dian selektif membaca skrip atau novel. Meskipun terkadang kurang suka dengan sesuatu yang dibaca, Dian tetap membacanya.
“Karena seleraku terbentuk dari sastrawan lama, jadi susah menikmati karya baru,” ujar dia.
Sebagai pekerja seni, Dian mengaku bahwa sedikit sulit memuaskan hasratnya dari bentuk tulisan. Saat membaca skrip atau novel, misalnya, Dian merasa kisah yang dihadirkan penulis lama susah disajikan oleh penulis saat ini.
“Saya tak tahu apa problemnya. Bukan berarti karya mereka jelek, tapi ini soal selera,” kata dia.
Dian merupakan keluarga dari penyair populer Subagio Sastrowardoyo, yang tak lain adalah kakeknya sendiri. Dalam rangka memperingati 25 tahun wafatnya Subagio, Dian membagikan kisahnya dengan sang eyang.
Mengomentari anggapan bahwa karya-karya Subagio hanya ditujukan untuk kalangan tertentu saja, Dian mengatakan, anggapan itu sering didengar dalam dunia film. Namun, menurutnya, itu merupakan kebebasan sang penyair dalam berkarya.
“Saya rasa itu kebebasan dia untuk berkarya demi kepuasan keseniannya sendiri dan menjawab dahaga hanya segelintir orang, menurut saya tak apa, enggak harus untuk semua orang,” kata Dian.