REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan ia sudah memberitahu Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan. Negaranya siap membantu membangun perdamaian jangka panjang dan solusi bagi semua pihak dalam konflik Nagorno-Karabakh.
"Presiden mengungkapkan kepuasannya dengan berakhirnya perang, mengingat persahabat lamanya dengan Armenia dan rakyatnya serta kesiapannya untuk membangun solusi politik yang adil, jangka panjang bagi semua pihak di Nagorno-Karabakh," kata kantor kepresidenan Prancis dalam pernyataan mereka, Jumat (13/11).
Rusia juga sudah mengatakan Prancis dan Amerika Serikat (AS) akan mengirim diplomat ke Moskow untuk membahas konflik Nagorno-Karabakh. Bersama Washington dan Paris, Moskow salah satu ketua kelompok internasional yang memantau sengketa Nagorno-Karabakh.
Namun, AS dan Prancis tidak terlibat dalam kesepakatan yang ditandatangani Rusia dengan Armenia dan Azerbaijan untuk mengakhiri perang enam pekan di perbatasan tersebut. Turki yang membantu Azerbaijan dalam konflik ini menandatangani sebuah protokol dengan Rusia.
Perjanjian untuk mendirikan gedung untuk mengkoordinasikan upaya pemantauan perjanjian damai. Setelah tiga perjanjian gencatan sebelumnya tidak tahan lama.
Detail upaya pemantauan perjanjian ini belum selesai dikerjakan. Kamis (12/11) kemarin Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan pejabat pemerintah Rusia akan datang ke Ankara untuk membahasnya.
Internasional mengakui Nagorno-Karabakh sebagai wilayah Azerbaijan tapi dihuni dan dikuasai etnik Armenia. Azerbaijan kini bergabung dengan delapan negara bekas Uni Soviet yang membuka pintu bagi militer Rusia. Moskow memiliki pangkalan militer di lima negara tetangganya.