REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR, Ariyo Bimmo mengatakan produk-produk berkonsep pengurangan risiko marak di Indonesia sebagai wujud untuk membantu lingkungan dan kesehatan. Termasuk dalam hal ini jelas Bimmo, produk-produk pengurangan risiko tembakau.
Dalam keterangan tertulis, Bimmo yang berbicara di depan seminar “Metode Pengurangan Bahaya untuk Mendukung Kesehatan Publik” menjelaskan produk penghantar nikotin banyak ragamnya."Banyak ragamnya mulai dari nicotine replacement therapy, produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik, snus, hingga produk tembakau yang dipanaskan," kata Bimmo.
Terkait dengan inovasi untuk pengurangan risiko tembakau, Bimmo melanjutkan tujuan hadirnya produk-produk ini untuk meminimalkan dampak bagi kesehatan terkait dengan penggunaan produk tembakau.
Bimo menyatakan riset-riset terhadap produk ini sudah ada dari berbagai belahan dunia dan dikeluarkan oleh pihak yang independen dan kredibel.
Salah satu contoh riset yang dipaparkan Bimmo adalah kajian ilmiah dari Public Health England, divisi dalam Departemen Kesehatan dan Pelayanan Sosial di Inggris pada 2018 lalu. Dalam riset yang berjudul "Evidence Review of E-Cigarettes and Heated Tobacco Products 2018", dinyatakan bahwa produk tembakau alternatif lebih rendah risikonya hingga 95 persen dibandingkan rokok konvensional.
"Inggris sudah menyatakan produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik serta produk tembakau dipanaskan, lebih rendah risikonya hingga 95 persen dan sudah diterapkan oleh pemerintahnya menjadi suatu kebijakan," ucap Bimmo yang sekaligus pengamat hukum ini.
Pendiri dan Ketua Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP), Achmad Syawqie, menambahkan produk tembakau alternatif memang terbukti memiliki risiko kesehatan yang jauh lebih rendah. Hal ini diperkuat dengan riset yang telah dilakukan YPKP dengan judul "Pengurangan Bahaya Tembakau dan Studi Potensi Genotoksik melalui Perhitungan Frekuensi Mikronukleus pada Apusan Sel Mukosa Bukal".
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perokok aktif memiliki jumlah inti sel kecil dalam kategori tinggi sebanyak 145,1. Adapun pengguna rokok elektrik dan non-perokok masuk dalam kategori normal yang berkisar pada angka 76-85.
Jumlah inti sel kecil yang semakin banyak menunjukkan ketidakstabilan sel yang merupakan indikator terjadinya kanker di rongga mulut. Hasil memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara jumlah inti sel kecil pada pengguna rokok elektrik dengan non-perokok dan dua kali lebih rendah dari pada perokok aktif.
"Efek genotoksik terhadap sel mukosa bukal pengguna rokok elektrik lebih rendah dibandingkan perokok. Ini merupakan temuan penting karena mikronukleus berhubungan dengan inisiasi proses perkembangan keganasan (kanker) pada perokok," ungkap Syawqie.
Dengan fakta tersebut, Syawqie menilai produk tembakau alternatif dapat menjadi solusi bagi perokok dewasa yang ingin beralih ke produk lebih rendah risiko.
"Kami berkesimpulan bahwa produk tembakau alternatif layak digunakan sebagai media pengganti rokok bagi mereka yang ingin berhenti merokok. Namun, tidak dianjurkan dipakai oleh non-perokok, maupun anak-anak," tegas Syawqie.