Jumat 13 Nov 2020 14:27 WIB

Pemda Jabar Harap UU Ciptaker Atasi Tumpang Tindih Kebijakan

Muara investasi dalam UU Cipta Kerja adalah kesejahteraan masyarakat.

Muara investasi dalam UU Cipta Kerja adalah kesejahteraan masyarakat. Foto ilustrasi investasi.
Foto: Tim infografis Republika
Muara investasi dalam UU Cipta Kerja adalah kesejahteraan masyarakat. Foto ilustrasi investasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Barat, Noneng Komara Ningsih berharap UU Cipta Kerja dalam pengaplikasiannya bisa meningkatkan kemudahan berusaha di Jawa Barat dan Indonesia secara umum. Ia juga menyebut muara investasi adalah kesejahteraan masyarakat.

“Ujungnya dari investasi itu kesejahteraan masyarakat,” kata Noneng dalam seminar daring bertajuk Menjawab Tantangan Meningkatkan Investasi Berkualitas dan Kesejahteraan Masyarakat dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang diselenggarakan oleh PPM LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kamis (11/11).

Noneng berkata, UU Cipta Kerja penting dihadirkan untuk meningkatkan kemudahan berusaha (ease of doing business) dan untuk mengatasi persoalan tumpang tindih kebijakan antara pusat dan daerah. “Urgensi UU Cipta Kerja untuk meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia dari peringkat 73 di tahun 2020 menjadi peringkat 53 di dunia. Kemudian adanya tumpang tindih kebijakan daerah dan pusat,” kata Noneng.

Selain itu, UU Cipta Kerja urgen dihadirkan untuk memperbaiki indeks persepsi korupsi, over regulasi, ego sektoral antar pemangku kebijakan dan mengatasi persoalan pengangguran. “Dari urgensi itu kita akan melihat manfaat UU Cipta Kerja. Yakni, memperbaiki iklim investasi, menyelaraskan kebijakan pusat dan daerah, meminimalisir dan mencegah praktek korupsi, menyederhanakan regulasi serta membuka lapangan kerja seluas-luasnya dan memberikan perlindungan dan kemudahaan bagi UMKM dan koperasi,” sebut Noneng.

Soal penyederhanaan perizinan dalam UU Cipta Kerja, Noneng mencotohkan, dari yang sebelumnya ada sembilan tahapan perizinan menjadi hanya empat tahapan. “Semoga ini (manfaat UU Cipta Kerja) bisa tercapai, bahwa kemudahan berusaha bisa lebih mudah lagi di Indonesia dan khususnya di Jawa Barat,” ujar Noneng berharap.

Guna memudahkan perizinan bagi pelaku usaha, Noneng berkata, selama ini Jawa Barat menyediakan aplikasi daring yang dinamai Simpatik, yang merupakan rekomendasi dari Gubernur Ridwan Kamil. Dengan itu, izin usaha bisa dilakukan di mana saja. “Cukup dari kantor atau rumah, Bapak dan Ibu bisa memperoleh izin usaha,” beber Noneng.

Soal kualitas investasi, itu harus dilihat dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR). Rasio ICOR di Jawa Barat berdasarkan data 2019, menurut Noneng, relatif lebih baik jika dibandingkan ICOR nasional. “ICOR Jawa Barat di kisaran 4-5. Sedangkan nasional di atasnya,” ungkap Noneng mengutip data BPS. Kualitas investasi juga dapat dilihat dari seberapa efektif investasi menyerap tenaga kerja dan mengurangi kemiskinan.

Ketua Kompartemen Industri Tekstil dan Alas Kaki, Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Ade Sudrajat Usman dalam kesempatan yang sama mengomentari pro-kontra pengesahan UU Cipta Kerja. Menurutnya, meskipun UU Cipta Kerja lebih membuat Indonesia lebih menarik bagi investor, tapi tidak mengurangi hak pekerja secara fundamental.

“UU ini bobotnya berimbang bagi pekerja ataupun pelaku usaha. Bahkan di dalam Omnibus Law ini terdapat ancaman pidana bagi pengusaha yang tidak mematuhi aturan ketenagakerjaan,” Ade menjelaskan.

Menurutnya, yang tidak diuntungkan dari pengesahan UU Cipta Kerja ada dua pihak. “Pertama, hilangnya PAD dari Kabupaten/Kota mungkin juga Provinsi. Kedua, adalah serikat pekerja. Karena setiap perusahaan boleh menunjuk serikat pekerjanya sendiri-sendiri,” kata Ade.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement