REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nabi Zakariya AS adalah ayahanda dari Nabi Yahya AS yang merupakan Nabi Bani Israil. Pekerjaan Nabi Zakaria adalah tukang kayu. Dia mencari nafkah dengan keringatnya sendiri.
Sebagaimana dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: كَانَ زَكَرِيَّا عليه السَّلامُ نجَّاراً "Nabi Zakariya adalah seorang tukang kayu." (HR Muslim 4384 dan Ibnu Majah 2141). Nabi Zakariya AS hidup bersama Nabi Yahya AS. Walaupun Nabi Yahya sering menyendiri.
Kematian Nabi Zakariya menyusul dari kematian Nabi Yahya. Dijelaskan dalam buku Kisah Bapak dan Anak dalam Alquran oleh Adil Musthafa Abdul Halim, kala itu saat Nabi Zakariya mengetahui kematian anaknya dan mengetahui Allah mengubur hidup-hidup orang yang membunuhnya, dia melarikan diri menuju kebun di Baitul Maqdis.
Saat Nabi Zakariya melewati pepohonan, pepohonan tersebut memanggilnya, “Wahai Nabi Allah, datanglah mendekat ke sini ke arahku.” Nabi Zakariya datang mendekatinya dan pohon tersebut segera membuka diri sehingga dia dapat masuk dan bersembunyi. Sayangnya, ada iblis yang sedang menyaksikan persembunyian Nabi Zakariya.
Iblis segera memotong kain bajunya. Kemudian Iblis membawanya sebagai bukti keberadaan Nabi Zakariya kepada orang-orang yang sedang mencarinya. Mendengar laporan iblis, mereka berkata “Kami tidak mempercayaimu”.
Iblis lalu menunjukkan bukti sepotong kain baju Nabi Zakariya. Sontak, ketika melihatnya, mereka terkejut dan meminta ditunjukkan lokasi pohon tempat pesembunyian Nabi Zakariya. Ketika mereka sudah mengetahui, mereka mengambil kapak dan menghantam pohon tersebut sampai terbelah dua.
Hantaman kapak membuat Nabi Zakariya yang tengah bersembunyi terbunuh. Allah SWT mengganjar Bani Israil atas kematian Nabi Zakariya dan Nabi Yahya dengan cara membunuh para pembesar mereka dan menawan ratusan orang. Dapat dilihat, kaum Bani Israil adalah kaum yang sering membunuh nabi. Dalam surat Al-Baqarah ayat 61 berbunyi :
وَاِذْ قُلْتُمْ يٰمُوْسٰى لَنْ نَّصْبِرَ عَلٰى طَعَامٍ وَّاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ مِنْۢ بَقْلِهَا وَقِثَّاۤىِٕهَا وَفُوْمِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۗ قَالَ اَتَسْتَبْدِلُوْنَ الَّذِيْ هُوَ اَدْنٰى بِالَّذِيْ هُوَ خَيْرٌ ۗ اِهْبِطُوْا مِصْرًا فَاِنَّ لَكُمْ مَّا سَاَلْتُمْ ۗ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاۤءُوْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ ۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ النَّبِيّٖنَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ ࣖ
Wa iż qultum yā mụsā lan naṣbira 'alā ṭa'āmiw wāḥidin fad'u lanā rabbaka yukhrij lanā mimmā tumbitul-arḍu mim baqlihā wa qiṡṡā`ihā wa fụmihā wa 'adasihā wa baṣalihā, qāla a tastabdilụnallażī huwa adnā billażī huwa khaīr, ihbiṭụ miṣran fa inna lakum mā sa`altum, wa ḍuribat 'alaihimuż-żillatu wal-maskanatu wa bā`ụ bigaḍabim minallāh, żālika bi`annahum kānụ yakfurụna bi`āyātillāhi wa yaqtulụnan-nabiyyīna bigairil-ḥaqq, żālika bimā 'aṣaw wa kānụ ya'tadụn.
“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, “Wahai Musa! Kami tidak tahan hanya (makan) dengan satu macam makanan saja, maka mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia memberi kami apa yang ditumbuhkan bumi, seperti: sayur-mayur, mentimun, bawang putih, kacang adas dan bawang merah.” Dia (Musa) menjawab, “Apakah kamu meminta sesuatu yang buruk sebagai ganti dari sesuatu yang baik? Pergilah ke suatu kota, pasti kamu akan memperoleh apa yang kamu minta.” Kemudian mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan, dan mereka (kembali) mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.”