REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deteksi dini merupakan strategi penting untuk mempercepat dan memperbanyak tingkat kesembuhan pasien COVID-19. Namun, banyak masyarakat justru mengabaikannya.
"Jadi aku ingin masyarakat datang justru sebelum kondisinya parah," kata Kepala Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebuah rumah sakit swasta di Jakarta dr Gia Pratama Putra dalam Dialog Juru Bicara Pemerintah dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru secara virtual, Jakarta, Jumat (13/11).
Ia mengatakan, saat ini banyak pasiennya yang datang dalam kondisi sudah menunjukkan gejala sedang hingga berat. Hal ini menyebabkan pengobatannya menjadi lebih sulit.
"Kondisi yang datang justru kondisi-kondisi sudah berat. Itu kan berarti untuk recovery jadi makin berat," katanya.
Dari 100 persen pasiennya dalam kasus COVID-19, orang-orang yang datang dengan gejala sangat berat memang hanya sekitar 5 persen, tetapi 45 persen berikutnya juga menunjukkan gejala sedang. Sementara 50 persennya lainnya adalah dengan gejala ringan hingga sedang.
"Ada kemungkinan (mereka) takut didiagnosis, takut dijauhkan. Tetapi sebenarnya malah justru krusial kalau mereka datang ketika gejalanya belum berat," kata dia.
Jika pasien mendeteksi gejala lebih dini, maka dahak yang berpotensi menyumbat saluran pernapasan akan lebih mudah diobati, cukup dengan obat pengencer dahak. Tetapi jika mereka datang dengan gejala yang sudah berat maka pengobatan yang perlu dilakukan juga akan lebih berat.
Untuk itu, ia mengimbau kepada masyarakat untuk memeriksakan diri secara lebih dini saat merasakan gejala yang mirip dengan gejala COVID-19. Hal itu memberi kemungkinan untuk pulih lebih cepat juga akan lebih besar.
"Kalau ada gejala batuk, mulai nggreges, meriang, ya mulai diperiksa. Bisa dikonsultasikan lebih dulu agar bisa dilakukan tindakan lebih lanjut," katanya.