REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Salah satu tanggung jawab Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Direktorat Kenavigasian adalah mendukung keselamatan pelayaran dengan memberikan layanan telekomunikasi pelayaran pada Sistem Telekomunikasi Pelayaran seperti Stasiun Radio Pantai (SROP) dan Vessel Traffic Service (VTS) sehingga terciptanya keselamatan dan keamanan pelayaran di seluruh perairan di Indonesia.
Untuk itu, dalam rangka perbaikan dan mendapatkan masukan secara komprehensif dari para stakeholder terkait penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan di bidang Telekomunikasi Pelayaran, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) yang membahas Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan di bidang Sistem Telekomunikasi Pelayaran Tahun 2020 bertempat di Kota Bogor.
Kegiatan FGD ini dibuka oleh Direktur Kenavigasian, Hengki Angkasawan serta diiikuti oleh peserta yang berasal dari instansi terkait maupun stake holder di bidang pelayaran dan pembina keselamatan pelayaran di lingkungan Kementerian Perhubungan pada tanggal 12 November 2020.
"FGD kali ini membahas 3 (tiga) Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan (RPM) di bidang Sistem Telekomunikasi Pelayaran," kata Hengki dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Jumat (13/11).
Ketiga rancangan itu adalah Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Vessel Traffic Services (VTS), Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan tentang Penyiaran Informasi Keselamatan Pelayaran (Maritime Safety Information (MSI)) di Perairan Indonesia, serta Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran.
Pada ke-3 (tiga) RPM tersebut, kata dia, terdapat beberapa hal baru yang diatur secara detail. Antara lain update klasifikasi Stasiun Radio Pantai (SROP), E-navigation, Long Range Identification and Tracking of Ships (LRIT), Tata Cara Penyampaian Maritime Safety Information (MSI), Fungsi Vessel Traffic Services (VTS) terkait dengan pelaksanaan pemanduan elektronik (E-Pilotage), pengaturan terkait sumber daya manusia (SDM) Telekomunikasi Pelayaran, serta ketentuan-ketentuan lainnya, sesuai dengan ketentuan internasional, nasional serta kebutuhan operasional di lapangan.
Selain itu, lanjut Hengki, review dan update penyusunan Perundang-Undangan Kenavigasian terutama terkait di bidang Telekomunikasi Pelayaran, juga merupakan salah satu langkah dari kesiapan negara Indonesia dalam mengahadapi pelaksanaan International Maritime Organization (IMO) Member State Audit Scheme (IMSAS) di Indonesia.
Menurutnya, sesuai hasil Sidang Dewan Luar Biasa ke-32 secara virtual sesi ketiga atau Informal Virtual Meeting Discussion ke-3 IMO Council Extraordinary Session ke-32, jadwal audit konvensi dalam kerangka IMSAS (IMO Member State Audit Scheme) yang semula telah dijadwalkan untuk diaudit pada tahun 2022, akan bergeser ke tahun 2023 mengingat kondisi pandemi Covid 19 yang melanda dunia termasuk Indonesia.
Untuk itu, Hengki berharap, agar melalui FGD ini para peserta yang berasal dari instansi terkait maupun stakeholder di bidang pelayaran dan pembina keselamatan pelayaran dapat berdiskusi serta memberikan masukan guna menghasilkan draft ke-3 (tiga) RPM yang komprehensif, dalam rangka meningkatkan keselamatan pelayaran dan perlindungan lingkungan maritim.