REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Generasi milenial saat ini memang memiliki imajinasi sendiri dalam menggambarkan tentang Indonesia. Mereka ingin memiliki kepastian dalam hidupnya. Sehingga mereka belajar dengan benar agar lulus tepat waktu, mencari pekerjaan dan mendapatkan kehidupan yang layak. Namun, mereka harus lebih peka lagi untuk melihat berbagai kondisi di Indonesia. Hal ini bertujuan agar mereka bisa mengambil keputusan yang benar untuk hidupnya.
“Generasi milenial harus diajarkan apa itu makna kesuksesan dan bagaimana cara mencapai kesuksesan. Lalu, mental mereka juga harus dilatih. Kalau mereka salah jangan menghindar melainkan harus memperbaiki lebih baik lagi. Lalu, sebelum pandemi Covid-19 motto mereka time is money. Sekarang nyatanya mereka bisa bekerja di rumah bahkan ada yang kembali ke kampungnya untuk belajar di perkebunan,” kata Founder Youth Laboratory Indonesia, Muhammad Faisal secara daring dalam diskusi yang bertajuk “Dinamika di Tengah Pandemi dan Industrialisasi”, kerja sama Republika dengan BNPB, Sabtu (14/11).
Kemudian, ia melanjutkan di tengah pandemi seperti ini banyak generasi milenial yang kehilangan momen terbaik dalam hidupnya. Seperti, momen baru masuk perkuliahan, lulus wisuda bersama teman-temannya, seusai pulang sekolah nongkrong bareng temannya, melihat berbagai pemikiran guru dan dosennya. Mereka yang masih sekolah dan kuliah tidak merasakan momen itu saat ini.
“Anak muda sebelum pandemi aktif dan cepat. Bekerja terus sehingga mereka kekurangan waktu tidur. Tapi sekarang semua itu kadaluarsa. Banyak perusahaan yang mikir kerja di rumah lebih ideal. Sehingga sekarang mereka hidup sendiri sesuai instruksi atasannya dan tidak lagi berinteraksi dengan teman kantornya secara langsung,” kata dia.
Maka dari itu, dengan bekerja di rumah banyak anak muda yang kembali ke kampungnya untuk belajar berkebun bersama pamannya atau ayahnya. Sehingga mereka kembali lagi ke alam dan seperti orang jaman dahulu. Mereka jadi belajar banyak hal untuk menghadapi berbagai masalah di Indonesia. Dalam hal ini, anak muda jaman sekarang harus peka terhadap kondisi Indonesia.
Ia menambahkan saat ini masih banyak generasi muda yang memiliki pemikiran kritis dan idealis. Di luar dugaan, di tengah terpaan konsumerisme dan konservatisme, generasi muda Indonesia kembali menunjukkan sifat filantropis meluangkan waktu dan tenaga untuk memikirkan permasalahan kemanusiaan.
“Hal tersebut dilihat saat generasi muda Indonesia kembali mengekspresikan aktivisme di ruang publik pada September hingga Oktober 2019 untuk mencabut revisi UU KPK,” kata dia.
Menurutnya, hal ini membuat generasi muda tetap seperti generasinya yang lebih terdahulu. Namun, mereka memiliki cara dan pandangan yang berbeda dalam menyikapinya. Selain itu, ia tidak habis pikir kenapa anak muda saat itu juga menyukai musik Didi Kempot di era modern seperti ini. Hal ini menunjukkan jaman ini akan berulang terus ke generasi muda lainnya.
Aktivisme pada abad ke 21 adalah aktivisme yang menempatkan musik dan generasi muda pada poros utama. Perlu diingat melalui musik dan aktivisme Wage Rudolf Supratman Imajinasi Indonesia lahir. Di masa depan melalui musik dan aktivisme pula Imajinasi tersebut akan terus ada.
“Jadi, generasi muda ini akan kembali ke akarnya. Mereka hanya main keluar dan berkeliling. Menyelusuri semua hal tapi mereka akan kembali ke akarnya. Mereka punya keyakinan yang kuat. Ke depannya mereka harus lebih peka terhadap kondisi di Indonesia untuk mendapatkan peluang yang mereka inginkan dan apa yang akan mereka lakukan untuk jangka panjangnya,” kata dia.