REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut posisi rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) perbankan bisa menyentuh 16 persen pada tahun ini. Hal ini jika otoritas tidak mengeluarkan kebijakan POJK 11 Tahun 2020 mengenai restrukturisasi kredit.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, saat ini restrukturisasi kredit sudah semakin landai. Apabila kebijakan POJK 11/2020 tidak ada maka NPL perbankan akan lebih tinggi dari realisasi saat ini.
"Hal yang perlu kita ketahui, ini merupakan temporary matter. Kita paham harus kita menormalkan. Kapan? Itu tergantung kapan debitur ini bisa betul-betul pulih," kata Wimboh.
Wimboh melanjutkan, akibat pandemi banyak penyaluran kredit yang kualitasnya menurun. Adapun rasio NPL perbankan per September 2020 3,15 persen (gross) menurun dari posisi Agustus 2020 sebesar 3,22 persen (gross). NPL net pada September 2020 sebesar 1,07 persen menurun dari posisi 1,14 persen pada Agustus 2020.
Tercatat OJK realisasi restrukturisasi kredit perbankan per 12 Oktober 2020 senilai Rp 918,34 triliun kepada 7,5 juta debitur. Rinciannya senilai Rp 362,34 triliun ke 5,85 juta debitur UMKM dan senilai Rp 555,99 triliun 1,65 juta debitur non UMKM.
Ke depan, OJK meyakini perbaikan kualitas kredit akan mulai terjadi. Hal ini seiring dengan mulai melandainya permohonan restrukturisasi kredit oleh debitur.
"Kami yakin bulan-bulan ke depan sudah mulai pulih. Apalagi kalau vaksin bisa didistribusikan dan efektif, ini akan memberikan kepercayaan masyarakat yang lebih," ucapnya.