REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri, mengatakan, kenaikan harga pangan tetap terjadi meskipun daya beli masyarakat tengah menurun. Ia pun meminta pemerintah untuk lebih menggunakan data pangan yang lebih valid dan menggambarkan situasi riil.
"Daya beli drop, kebutuhan tidak besar, kenapa harga bisa naik? Apakah pemerintah bisa jawab?" kata Mansuri kepada Republika.co.id, Ahad (15/11).
Ia menuturkan, komoditas pangan yang paling mengalami kenaikan di pasar tradisional, di antaranya minyak goreng dari kisaran Rp 11 ribu kg menjadi lebih dari Rp 13 ribu per kg. Selanjutnya, cabai merah besar dari harga normal Rp 36 ribu per kg menjadi Rp 50 ribu per kg.
Selanjutnya, bawang putih dari harga biasa Rp 27.500 - Rp 28.000 per kg menjadi Rp 30 ribu per kg. Selain itu, bawang merah juga ikut naik dari sekitar Rp 25 ribu per kg menjadi Rp 28 ribu per kg. Adapun beras juga mengalami kenaikan namun tidak signifikan.
"Data pangan kita tidak bisa dipertanggungjawabkan. Produksi komoditas itu ada yang turun seperti cabai karena faktor cuaca dan kualitas menurun. Ini harus bisa diantisipasi dengan memetakan wilayah produksi secara tepat," ujarnya.
Selain itu ia menilai faktor distribusi juga menjadi penyebab masih adanya kenaikan harga. Menurut Mansuri, kenaikan harga tidak hanya menyulitkan konsumen namun juga pedagang yang telah mengalami penurunan omzet hingga 50 persen selama pandemi Covid-19.
Meski begitu, hingga akhir tahun ini, Mansuri mengatakan kenaikan harga pangan secara umum kemungkinan akan lebih terkendali. Pasalnya, rendahnya daya beli masyarakat diyakini akan mengerem lonjakan permintaan yang biasanya berimbas pada naiknya harga di pasar.