Senin 16 Nov 2020 10:00 WIB

Belarusia Tangkap 900 Pengunjuk Rasa

Demonstran menuntut Presiden Belarusia Alexander Lukashenko mengundurkan diri

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
 Para pengunjuk rasa bertepuk tangan kepada seorang pembicara selama rapat umum oposisi untuk memprotes hasil resmi pemilihan presiden di Minsk, Belarusia, Minggu, 20 September 2020. Puluhan ribu warga Belarusia yang menyerukan presiden otoriter untuk mundur berbaris melalui ibu kota pada hari Minggu ketika negara itu melambai protes memasuki minggu ketujuh. Ratusan tentara memblokir pusat Minsk, mengerahkan meriam air dan pengangkut personel lapis baja serta mendirikan penghalang kawat berduri.
Foto: AP/TUT.by
Para pengunjuk rasa bertepuk tangan kepada seorang pembicara selama rapat umum oposisi untuk memprotes hasil resmi pemilihan presiden di Minsk, Belarusia, Minggu, 20 September 2020. Puluhan ribu warga Belarusia yang menyerukan presiden otoriter untuk mundur berbaris melalui ibu kota pada hari Minggu ketika negara itu melambai protes memasuki minggu ketujuh. Ratusan tentara memblokir pusat Minsk, mengerahkan meriam air dan pengangkut personel lapis baja serta mendirikan penghalang kawat berduri.

REPUBLIKA.CO.ID, MINSK -- Organisasi hak asasi manusia di Belarusia mengatakan polisi menangkap lebih dari 900 orang yang berunjuk rasa Ahad (15/11) kemarin. Demonstran menuntut Presiden Alexander Lukashenko yang mereka anggap otoritarian untuk mundur.

Sejak awal Agustus lalu gelombang unjuk rasa terus terjadi hampir setiap hari di ibu kota Minsk. Polisi menggunakan pentungan, gas air mata, dan granat kejut untuk membubarkan pengunjuk rasa.

Baca Juga

Pada Senin (16/11) organisasi hak asasi manusia Belarusia, Viasna, melaporkan polisi juga menahan pengunjuk rasa di kota Vitebsk dan Gomel. Mereka mengatakan total pengunjuk rasa yang ditangkap di seluruh Belarusia menjadi 923 orang dan sejumlah pengunjuk rasa dipukuli polisi di dalam tahanan.

Banyak pengunjuk rasa yang membawa poster untuk mengenang Raman Bandarenka. Bandarenka adalah pendukung oposisi yang tewas pada Kamis (12/11) lalu setelah dilaporkan dipukuli polisi di dalam tahanan.

Gelombang unjuk rasa kian membesar, menarik lebih dari 100 ribu orang. Unjuk rasa bermula dari hasil pemilihan presiden 9 Agustus lalu yang memutuskan Lukashenko memenangkan periode keenamnya. Oposisi dan sejumlah petugas pemungutan suara mengatakan hasil pemilihan tersebut dimanipulasi.

Selama 26 tahun masa kekuasaannya, Lukashenko telah menekan oposisi dan media independen. Ia menolak untuk bernegosiasi dengan oposisi dan menuduh unjuk rasa didukung oleh negara-negara Barat.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement