Selasa 17 Nov 2020 00:45 WIB

Pemerintah Ethiopia: Abiy Ahmed Ingin Pertahankan Perdamaian

Kepantasan Perdana Menteri Abiy Ahmed menangkan hadiah Nobel Perdamaian dipertanyakan

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed memenangkan Nobel Perdamaian 2019. Kepantasan Perdana Menteri Abiy Ahmed menangkan hadiah Nobel Perdamaian dipertanyakan. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Francisco Seco
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed memenangkan Nobel Perdamaian 2019. Kepantasan Perdana Menteri Abiy Ahmed menangkan hadiah Nobel Perdamaian dipertanyakan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Juru bicara Gugus Tugas Situasi Darurat Ethiopia Redwan Hussein mengatakan saat ini negaranya menghadapi ancaman yang sangat berat. Hussein menegaskan Perdana Menteri Abiy Ahmed ingin mempertahankan perdamaian di negara itu.

"Yang ingin ia lakukan hanya mempertahankannya. Jika ada Nobel Perdamaian kedua, maka ia harus memenangkannya lagi karena ia masih menyelamatkan negaranya. Dia masih memberi harapan pada rakyat Ethiopia dan mengalahkan sejumlah pemimpin geng teroris," kata Hussein dalam konferensi pers seperti dikutip media Amerika Serikat (AS) NPR.

Baca Juga

Kepantasan Perdana Menteri Abiy Ahmed memenangkan hadiah Nobel Perdamaian dipertanyakan. Ia membawa negaranya dalam perang saudara.

Sudah lebih dari satu pekan pasukan pemerintah Ethiopia bertempur melawan pemerintahan daerah Tigray People's Liberation Front (TPLF) yang berkuasa di utara negara itu. Banyak laporan yang menyebutkan pertempuran itu sudah menewaskan ratusan orang.

Abiy Ahmed dianggap tokoh yang dapat membawa perubahan. Ketika ia naik ke kursi kekuasaan, supir taksi dan bus memajang foto wajahnya di samping wajah Yesus. Masyarakat mengatakan ia dikirim oleh Tuhan.

Berhasil menggelar reformasi demokrasi dan mengakhiri perang dengan Eritrea, Abiy mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian tahun lalu. Dalam pidato ucapan terima kasihnya ia mengungkapkan sikapnya menentang perang.

Abiy sendiri terlibat dalam perang Ethiopia-Eritrea pada akhir tahun 1990-an. Perang yang ia gambarkan sebagai 'contoh neraka'.

"Di medan pertempuran saya melihat saudara membunuh saudaranya, saya melihat orang tua, perempuan dan anak-anak gemetar oleh teror di tengah hujan peluru yang mematikan, perang membuat seseorang menjadi getir, tak berperasaan, dan buas," kata Abiy saat itu.

Namun satu tahun usai menyampaikan pidato tersebut, Abiy menjatuhkan bom ke sejumlah tempat yang pernah menjadi medan pertempuran sebelumnya. Belum diketahui sampai kapan perang di Tigray akan berakhir.

Uni Afrika sudah mendesak agar pemerintah Ethiopia dan TPLF menggelar gencatan senjata. Namun Abiy menegaskan ia tidak akan melakukan negosiasi hingga pemimpin-pemimpin TPLF ditahan dan semua senjata yang dimiliki pemerintah daerah itu dihancurkan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement