Senin 16 Nov 2020 15:54 WIB

Rekomendasi Impor Bawang Putih Diperkirakan Terus Menurun

Penerbitan RIPH bawang putih tahun ini tidak sampai 1 juta ton

Rep: Dedy Darmawan Nasution / Red: Hiru Muhammad
Kementerian Perdagangan secara khusus menerapkan kebijakan relaksasi impor bawang putih dan bombai hingga batas waktu 31 Mei. Melalui Permendag Nomor  27 Tahun 2020, persyaratan ijin impor berupa Persetujuan Impor (PI) serta Laporan Surveyor (LS) yang selama menjadi dasar importir memasukkan kedua komoditas bumbu dapur tersebut untuk sementara dicabut.
Foto: istimewa
Kementerian Perdagangan secara khusus menerapkan kebijakan relaksasi impor bawang putih dan bombai hingga batas waktu 31 Mei. Melalui Permendag Nomor 27 Tahun 2020, persyaratan ijin impor berupa Persetujuan Impor (PI) serta Laporan Surveyor (LS) yang selama menjadi dasar importir memasukkan kedua komoditas bumbu dapur tersebut untuk sementara dicabut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, penerbitan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) diyakini akan terus menurun. Hal itu diklaim sebagai dampak dari mulai bertambahnya produksi bawang putih dalam negeri sehingga kebutuhan impor dapat dikurangi.

Direktur Jenderal Hortikultura, Kementan, Prihasto Setyanto, mengatakan, pada tahun ini, total RIPH yang diterbitkan Kementan sebanyak 724 ribu ton. Menurut Prihasto, jumlah tersebut lebih rendah dari volume penerbitan RIPH tahun lalu yang mencapai 760 ribu ton.

"Penerbitan RIPH bawang putih tahun ini tidak sampai 1 juta ton dan tahun 2021 akan mengalami penurunan," kata Prihasto dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR di Kompleks Parlemen, Senin (16/11).

Ia mengatakan, hal itu sejalan dengan peta jalan bawang putih impor di mana produksi dalam negeri secara perlahan harus dapat menggantikan produk impor. Hal itu ditempuh melalui kebijakan wajib tanam bagi setiap importir.

Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019, setelah importir mendapatkan RIPH maka dibebankan kewajiban wajib tanam sebeasar 5 persen dari volume dalam RIPH tersebut. Jangka waktu pelaksanaan wajib tanam satu tahun setelah RIPH diterbitkan.

Prihasto menjelaskan, fungsi utama dari adanya RIPH yakni untuk memastikan kesehatan dan keamanan produk yang diimpor. Sebab, jika terjadi penyakit atau virus yang dibawa dari produk tersebut, proses pelacakan asal produk dapat dengan mudah dilakukan.

Kendati pihaknya yakin jumlah RIPH yang diterbitkan akan terus menurun, Prihasto mengatakan, Kementan tidak dapat mengatur atau membatasi kuota impor. Ia mengatakan, hal itu lantara berkaitan langsung dengan peraturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Wakil Ketua Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi, menilai, RIPH pada dasarnya sekaligus untuk langkah pengendalian produk impor sekaligus melindungi produk dalam negeri. Namun, faktanya produk-produk hortikultura impor nyatanya tidak terkendali. Ia pun menyebut, penerbitan RIPH tidak sebatas berdasarkan data statistik. "Tapi ada peran politik. Nah itu seharusnya ada pertimbangan moral," katanya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement