REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri menangkap seorang tersangka berinisial YS di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dalam kasus industri rumahan peracikan jamu atau obat tradisional. YS meracik jamu atau obat tradisional tidak sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dan tanpa izin edar.
"Tersangka YS merupakan analis farmasi," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (16/11).
YS mendirikan industri rumahan tanpa izin lantaran pernah sekolah asisten apoteker. Industri rumahan tersebut telah berjalan sejak 2018 dan menghasilkan omset Rp100 juta hingga Rp150 juta.
Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri Kombes Pol Pipit Rismanto mengatakan YS memiliki sebuah apotek. Di apotek itu, YS meramu jamu dengan beberapa bahan kimia obat (BKO).
"Dia mencampur beberapa bahan kimia obat namun hanya berbentuk tepung maizena. Ada jamu-jamu yang seharusnya diproduksi secara tradisional, ini malah diberi tambahan obat-obat kimia seperti dexamethasone, sildenafil sitrat maupun paracetamol," kata Kombes Pipit.
Pipit mengatakan modus operandi YS adalah memproduksi jamu dengan dua bahan, yakni bahan kimia obat (BKO) dan bahan kimia non-obat atau non-BKO. Dalam kasus ini, penyidik Bareskrim menyita sejumlah barang bukti berupa BKO, bahan-bahan kimia berbentuk tepung maizena, mesin penggiling, 12 ribu sachet jamu tradisional pegal linu Cap Madu Manggis dan jamu kuat lelaki.
"Total (barang bukti) ada 37 item sachet jamu, kemudian ada juga jamu berbentuk tablet," kata Pipit.
Jamu yang diproduksi kemudian diedarkan oleh tersangka ke daerah Klaten dan Solo, Jawa Tengah, serta ke beberapa daerah lain.
Tersangka YS telah ditahan di Rutan Bareskrim Polri. Atas perbuatannya, tersangka dikenakan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman pidana penjara maksimal 15 tahun.
Kemudian Pasal 8 ayat 1 huruf a jo Pasal 62 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana penjara maksimal lima tahun.