REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Menurut hasil penelitian Nathanael Gratias, partai politik (parpol) nasionalis dan sekuler lebih sering melakukan politisasi agama untuk meraih banyak suara. Hal ini disampaikan Kepala Pusat Litbang Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama, Prof Adlin Sila saat menjadi narasumber pembahas pada rilis penelitian bertema 'Beragama di Dunia Maya: Media Sosial dan Pandangan Keagamaan di Indonesia'.
Prof Adlin mengatakan, dalam sebuah artikel yang ditulis Nathanael berjudul A Price for Democracy, dijelaskan parpol apa saja atau kandidat kepala daerah mana yang menggunakan agama dalam memobilisasi massa. Hal yang menarik dari hasil penelitiannya, ternyata yang melakukan politisasi agama atau menggunakan agama sebagai alat untuk meraih suara itu tidak didominasi oleh kandidat-kandidat kepala daerah dari partai-partai Islam.
"Menurut Nathanael, yang lebih dominan menggunakan agama untuk mobilisasi massa itu dari partai-partai sekuler atau partai-partai nasionalis," kata Prof Adlin saat menjadi narasumber pembahas pada acara rilis hasil penelitian Media and Religious Trend in Indonesia (Merit), Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta secara daring, Senin (16/11).
Menurutnya, temuan Nathanael sama dengan temuan Michael Buehler yang menerbitkan buku berjudul The Politics of Shari'a Law: Islamist Activists and the State in Democratizing Indonesia, 2016. Buehler melihat peraturan daerah (perda) syariah yang diterbitkan oleh kepala-kepala daerah.