REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Ali Mansur, Dessy Suciati Saputri, Bambang Noroyono, Antara
Kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab (HRS) belum sampai sepekan. Tapi selama itu pula Rizieq telah mengakibatkan berkumpulnya massa dalam skala ribuan orang bahkan lebih.
Mulai dari penjemputannya di Bandara Soekarno Hatta, penyambutannya di Petamburan, kedatangannya ke Puncak Bogor, acara Maulid Nabi di Tebet, hingga yang terakhir adalah perkawinan putrinya di kediaman Rizieq di Petamburan. Semuanya kegiatan tersebut diikuti oleh berkumpulnya massa dalam jumlah sangat besar di saat pandemi Covid-19 belum berakhir.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan orang yang sengaja melakukan kerumunan massa tanpa mengindahkan protokol kesehatan berpotensi menjadi pembunuh terhadap kelompok rentan. Ia mengingatkan para tokoh agama agar memberi contoh dan teladan kepada masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan.
Mahfud bahkan menyentil Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. "Di mana pemerintah sebenarnya telah memperingatkan Gubernur Provinsi DKI Jakarta untuk meminta penyelenggara agar mematuhi protokol kesehatan," kata dia.
Kerumunan massa yang disebabkan Rizieq membuat Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono mengancam mempidanakan Anies Baswedan. Anies diduga telah melanggar Pasal 93 Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dengan ancaman satu tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
"Tim penyidik sudah mengirimkan surat itu kepada Gubernur DKI Jakarta untuk diklarifikasi keterangannya karena hadir di acara pernikahan puteri dari HRS," jelas Argo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (16/11)
Selain memanggil Anies Baswedan, polisi juga akan memeriksa sejumlah pemangku kepentingan. Mulai dari RT, RW, Lurah, Camat hingga Wali Kota Jakarta Jakarta Pusat dan juga beberapa tamu undangan. Pihak kepolisian akan meminta klarifikasi terkait resepsi pernikahan puteri dari Rizieq, yang dianggap telah menyebabkan kerumunan massa di tengah pandemi Covid-19.
"Kita lakukan klarifikasi dengan dugaan tindak pidana pasal 93 undang-undang Republik Indonesia nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan," tegas Argo.
Polda Metro Jaya memiliki rencana pula memanggil Anies Baswedan untuk dimintai klarifikasi. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat menjelaskan pihaknya menjadwalkan klarifikasi terhadap Anies pada Selasa (17/11) pukul 10.00 WIB di Mako Polda Metro Jaya. "Kami undang pukul 10.00 WIB untuk klarifikasi," kata dia saat dikonfirmasi, Senin.
Meski demikian, Tubagus tak menjelaskan lebih lanjut soal pemanggilan tersebut serta hal apa saja yang akan diklarifikasi ke Anies.
Kerumunan massa Rizieq mengakibatkan Mabes Polri mencopot Kapolda Metro Jaya Irjen Nanang Sudjana dan Kapolda Jawa Barat (Jabar) Irjen Rudy Sufahriadi. Pelengseran jabatan tersebut, diduga lantaran keduanya dianggap tak tegas dalam menjalankan protokol kesehatan Covid-19 terkait hajatan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, dan gelaran pernikahan putri, serta penyambutan Rizieq Shihab di Petamburan-Jakarta, dan Megamendung-Bogor beberapa waktu lalu.
Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menegaskan, pencopotan dua pemimpin kepolisian di Jakarta, Jabar tersebut berdasarkan TR Kapolri: ST 322/XI/Kep.2020, yang diterbitkan pada 16 November 2020. “Ada dua Kapolda yang tidak melaksanakan perintah dalam meneggakan protokol kesehatan. Maka diberiksan sanksi berupa penopotan. Yaitu Kapolda Metro Jaya, yang kedua adalah Kapolda Jawa Barat,” begitu kata Argo, Senin (16/11).
Atas pencopotan tersebut, Mabes Polri sekaligus mengangkat jabatan baru terhadap Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Muhammad Fadhil Imran sebagai pengganti Nanang di Polda Metro Jaya. Sedangkan, mantan Kapolda Yogyakarta Irjen Ahmad Dofiri didapuk untuk mengisi pos pengganti Rudy, sebagai Kapolda Jabar.
“Terhadap Irjen Pol Nanang Sudjana, diangkat jabatan baru sebagai Koorsahli Kapolri. Kemudian Irjen Pol Rudy Sufahriadi diangkat jabatan baru sebagai Widyaiswara Tingkat I Sespim Lemdiklat Polri,” begitu terang Arga.
Kata-kata tegas terkait pelanggaran protokol kesehatan selama pandemi turut dibicarakan pula oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden meminta Kapolri, Panglima TNI, dan Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 agar menindak tegas pihak yang melanggar aturan protokol kesehatan di tengah pandemi saat ini. Ia menegaskan, aparat keamanan maupun pemerintah seharusnya tak hanya sekedar memberikan imbauan saja kepada masyarakat, namun harus tegas menindak siapapun yang melanggar.
Hal ini disampaikan Jokowi saat rapat terbatas laporan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (16/11). “Jadi jangan hanya sekadar imbauan, tapi harus diikuti dengan pengawasan dan penegakan aturan secara konkret di lapangan,” kata Jokowi.
Selain itu, Presiden juga meminta Menteri Dalam Negeri agar menegur kepala daerah baik itu gubernur, bupati, maupun wali kota yang justru melanggar protokol kesehatan. Ia mengingatkan, seharusnya kepala daerah dapat memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.
“Saya juga minta Kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengingatkan, kalau perlu menegur, kepala daerah baik gubernur, bupati, maupun wali kota untuk bisa memberikan contoh-contoh yang baik kepada masyarakat, jangan malah ikut berkerumun,” ujar dia.
Ia menegaskan, saat ini kepercayaan masyarakat terhadap upaya yang dilakukan pemerintah sangat diperlukan. Sehingga langkah-langkah pengendalian pandemi yang dijalankan pemerintah dapat benar-benar berjalan dengan efektif.
Presiden mengatakan, keselamatan rakyat di tengah pandemi Covid saat inipun merupakan hukum tertinggi. Karena itu, penegakan disiplin protokol kesehatan harus dilakukan dengan tegas.
“Saya ingin tegaskan bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Pada masa pandemi ini telah kita putuskan pembatasan-pembatasan sosial termasuk di dalamnya adalah pembubaran kerumunan,” ujarnya.
Penegakan disiplin protokol kesehatan harus dilakukan karena tidak ada satupun orang yang saat ini memiliki kekebalan terhadap virus corona. Sehingga adanya kerumunan pun dapat meningkatkan risiko penularan Covid.
Pemprov DKI Jakarta telah menjatuhkan sanksi kepada Habib Rizieq Shihab berupa denda Rp 50 juta karena dianggap melanggar protokol kesehatan. Sebelumnya, Ombudsman RI meminta Pemprov DKI lebih serius dan tegas dalam menjalankan penegakan aturan protokol kesehatan pada siapapun, agar tidak terkesan adanya tebang pilih terhadap penindakan atas pelanggaran protokol kesehatan.
"Saat penjemputan di bandara, protokol kesehatan tidak dijalankan. Saya pikir itu saja tidak akan berlanjut, tapi sepertinya dua hari ini masih ada pertemuan-pertemuan yang juga tidak diikuti dengan 3M," kata Anggota Ombudsman RI Ninik Rahayu.
Padahal sebelumnya untuk wilayah DKI bahkan sudah menjatuhkan sanksi denda. "Harusnya, aparat keamanan dapat bertindak tegas kepada siapa pun yang melanggar protokol kesehatan, tidak tebang pilih," ujar Ninik.
Sementara itu, Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menilai pemerintah pusat dan daerah tergagap dalam mengantisipasi kehadiran pemimpin FPI, selain tidak terasa adanya upaya pencegahan acara yang dihadiri Rizieq meski kerap kali berpotensi menimbulkan kerumunan. Kepala Ombudsman Jakarta Raya Teguh Nugroho mempertanyakan keputusan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang membagikan 20 ribu masker di Petamburan pada Sabtu (14/11). Selain itu juga Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria yang hadir di Tebet, Jakarta Selatan, yang juga dihadiri Rizieq.
Begitu juga Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyambangi Rizieq di kediaman Rizieq pada Selasa (10/11) di tengah kewajiban karantina 14 hari bagi orang yang baru tiba dari luar negeri. "Ini seperti melegitimasi acara yang mengundang keramaian," ujar Teguh.
Menurut dia, denda yang dijatuhkan Pemprov DKI Rp 50 juta, akhirnya hanya terkesan formalitas. Sebab DKI gagal mencegah kerumunan.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan bahwa sanksi Rp 50 juta adalah sesuatu yang serius. Denda itu bukan basa-basi dalam penegakan aturan protokol kesehatan Covid-19 di ibu kota.
Hukuman tersebut, kata Anies, juga akan memiliki efek pada perbedaan perlakuan dengan para pelanggar yang mendapatkan hukuman administrasi sebesar Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu. "Jadi sanksi denda di DKI itu bukan basa-basi, Rp 50 juta itu membentuk perilaku. Karena begitu orang dengar Rp 50 juta, beda perilakunya dengan sanksi Rp 50 ribu atau Rp 200 ribu," ujar Anies saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin.
Anies juga menyebutkan sanksi tersebut bersifat progresif. Artinya jika hal tersebut diulangi maka yang bersangkutan akan dikenakan denda berlipat. "Kalau orang yang berulang dengan lembaga yang sama itu akan menjadi Rp 100 juta, berulang lagi menjadi Rp 150 juta," tutur Anies.
Dia juga menyebutkan bahwa selama ini Pemprov DKI Jakarta telah melakukan penindakan kepada siapa saja yang melanggar aturan tanpa pandang bulu. "Kita melakukan keseriusan itu dari regulasi sampai eksekusi dan cara kerja pemerintah adalah ada aturan. Mengingatkan warga secara aturan, bila kita taati tidak masalah, bila tidak hati-hati maka ada tindak pendisiplinan, termasuk pemberian sanksi," kata Anies.