REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta. majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi yang diajukan terdakwa perkara kepengurusan red notice Irjen Napoleon Bonaparte. Jaksa menilai, argumentasi yang disampaikan dalam nota keberatan tersebut telah masuk pada pokok perkara.
"Kami selaku penuntut umum dalam perkara a quo, memohon majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini menolak keseluruhan nota keberatan atas eksepsi keberatan oleh tim penasihat hukum terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte," kata Jaksa Erianto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (16/11).
Jaksa meminta majelis hakim menyatakan surat dakwaan terhadap Napoleon telah memenuhi syarat merujuk pada Pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP. Tak hanya itu, mereka meminta, agar perkara tersebut dilanjutkan.
"Melanjutkan pemeriksaan terhadap perkara atas nama terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte," sambung Jaksa Erianto.
Setelah mendengar tanggapan Jaksa, Napoleon enggan menanggapinya. Eks Kepala Divisi Hubungan Internasional Mabes Polri itu mengatakan, dirinya tetap menunggu putusan sela dari majelis hakim pada pekan depan.
"Alhamdulillah kabar baik. Kita tunggu putusan sela minggu depan ya. Semoga hasilnya sesuai yang diharapkan. Kalau misal tidak diterima masuk ke ranah pembuktian," kata Napoleon usai persidangan.
Kuasa hukum Napoleon, Santrawan T. Pangarang menyebut, jawaban JPU atas eksepsi yang mereka ajukan cukup klasik. Dia berpendapat, seluruh dalil dalam nota keberatan kliennya sama sekali tidak menyentuh pokok perkara seperti yang dikatakan oleh JPU.
"Dari awal kami sudah ingatkan di dalam eksepsi bahwasannya jangan dijawab dengan jawaban klasik. Alasannya, eksepsi PH sudah masuk ke pokok perkara, kami sama sekali tidak menyentil pokok perkara," ujar Santrawan.
Irjen Napoleon Bonaparte didakwa menerima uang 200 ribu dollar Singapura dan 270 ribu dollar AS dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Suap diberikan agar Napoloen bersama Brigjen Pol Prasetijo Utomo menghapus nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) yang dicatatkan di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Napoleon didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.