REPUBLIKA.CO.ID, Melaksanakan silaturahim merupakan bukti keimanan seseorang, sebaliknya orang yang memutuskan silaturahim termasuk orang yang tercela, di dunia ia akan dijauhi oleh manusia dan di akhirat akan mendapat kemurkaan Allah SWT.
Kita menyadari bahwa tidak ada seorang pun di dunia yang tidak pernah berbuat salah, apalagi dalam hubungannya dengan sesamanya. Perbedaan pendapat sering menjadi sumber pertikaian yang dapat mengakibatkan perpecahan dan jatuhnya korban jiwa.
Bahkan, dapat terjadi walau hanya gara-gara masalah yang sangat sepele. Rasulullah SAW bersabda: اثنانِ لا يَنْظُرُ اللهُ إليهِما يومَ القيامةِ : قاطِعُ الرَّحِمِ ، وجارُ السُّوءِ
Dua golongan dari manusia yang diabaikan Allah pada hari kiamat, yaitu orang yang memutuskan silaturahim dan tetangga yang buruk kelakuannya. (HH Ad-dailami).
Silaturahim adalah salah satu sendi Islam yang mengatur hubungan antarmanusia. Baik dalam garis keturunan maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Bahkan, dengan orang-orang non-Islam pun kita dianjurkan untuk saling berhubungan sebatas tidak berpengaruh terhadap hal-hal yang menyangkut akidah.
Alquran menekankan supaya orang menjaga baik-baik hubungan silaturahim , saling berkasih sayang, dan saling membantu dalam kebajikan dan takwa. Manfaat silaturahim besar sekali bagi yang giat melakukannya.
Dia dapat memperkokoh tali persaudaraan, meningkatkan persatuan, mempertautkan keturunan yang berpencar-pencar, menghindarkan perpecahan, menguatkan sektor ekonomi, dan menyamakan visi.
Rasulullah bersabda: إن أفضل الفضائل أن تصل من قطعك وتعطي من حرمك وتصفح عمن شتمك
"Yang paling utama dari keutamaan adalah menghubungkan silaturahim kepada orang yang memutuskan kekeluargaan kepadamu, memberi kepada orang yang kikir kepadamu, dan memaafkan kepada orang yang menganiayamu." (HR Tabrani). Tak ada masalah yang sulit bila semuanya diselesaikan dengan musyawarah dan tak ada musyawarah tanpa silaturahim .
Silaturahim harus keluar dari niat yang ikhlas dan dengan tujuan yang baik tanpa dihalangi oleh status sosial dalam kehidupan. Yang sedang berkuasa tidak merasa segan bersilaturahim pada rakyatnya, yang kaya tidak merasa sungkan mengunjungi yang miskin.
Tanpa ada yang merasa terhina, sebab semuanya saling menyadari bahwa status sosial dalam kehidupan tidak bisa dijadikan ukuran tinggi rendahnya martabat manusia, karena yang menjadi ukuran mulia atau hinanya manusia adalah ketakwaannya.