Senin 16 Nov 2020 23:23 WIB

'Koordinasi Pusat Daerah Lemah Antisipasi Kepulangan HRS'

Pendekatan Mahfud MD yang konfrontatif mendorong simpatisan ke bandara.

Red: Ratna Puspita
Kepala Perwakilan Obudsman Jakarta Raya Teguh P. Nugroho
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Kepala Perwakilan Obudsman Jakarta Raya Teguh P. Nugroho

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menilai koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah lemah dalam mengantisipasi kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS). Hal ini mengakibatkan beberapa pelanggaran dan pembiaran yang dapat memunculkan klaster baru Covid-19 di Tanah Air.

"Semestinya pencegahan terhadap berkumpulnya masa dapat diantisipasi kalau pemerintah pusat berkoordinasi lebih baik dengan perintah daerah khususnya Banten, Jakarta,dan Jawa Barat di mana penyambutan Rizieq Shihab juga terjadi di Kabupaten Bogor dan melibatkan massa dengan jumlah yang cukup banyak," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho,di Jakarta, Senin (16/11).

Baca Juga

Pada awal kepulangan Habib Rizieq, yang tinggal selama 3,5 tahun di Arab Saudi, Ombudsman menilai pemerintah pusat dan pemerintah daerah tergagap dalam mengantisipasi. Menurut Nugroho, pendekatan konfrontatif Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM, Mahfud MD, yang fokus pada penggiringan isu apakah Habib Rizieq dideportasi akibat melebihi ijin tinggal saat kembali ke Tanah Air menjadi kontraproduktif.

Ia mengatakan pendekatan ini justru mendorong simpatisan Habib Rizieq berbondong-bondong menjemput dia di Terminal 3 Bandar Udara Internasisonal Soekarno Hatta, di Banten. Padahal, bandara itu adalah obyek vital nasional yang harus dijamin keamanan, keselamatan, dan kelancaran operasionalisasinya.