jatimnow.com - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Provinsi Jawa Timur melaporkan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (Risma) ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) di Jakarta, Senin (16/11/2020).
Ketua KIPP Jatim, Novli Thyssen menyebut bahwa Wali Kota Risma diduga melakukan pelanggaran etik profesi penyalahgunaan fasilitas negara untuk kepentingan salah satu calon dalam Pemilihan Wali Kota (Pilwali) Surabaya 2020.
"Berdasarkan hasil pemantauan kami, tanggal 2 September 2020 Bu Risma telah memfasilitasi saat itu bakal calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya 2020, Eri Cahyadi dan Armudji untuk menggunakan Taman Harmoni usai diberikannya rekomendasi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)," ujar Novli dalam siaran pers yang diterima redaksi.
Selain itu, lanjut Novli, pada pelaksanaan kegiatan tersebut diketahui merupakan hari kerja aktif dalam kalender, juga dihadiri oleh Wali Kota Risma.
Menurutnya, kehadiran Risma dalam kegiatan tersebut meski mengatasnamakan pengurus DPP PDI Perjuangan, tidak dapat dibenarkan karena berlangsung di hari kerja aktif sebagai wali kota Surabaya.
"Dalam surat Gubernur Jatim bernomor 131/17318/011.2/2020 dijelaskan bahwa pada 2 September 2020, tidak pernah ada permohonan cuti (Risma) kepada Gubernur Jatim," ungkap Novli.
Novli menambahkan, tindakan Wali Kota Risma dalam mengikuti kegiatan itu patut diduga melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Pengunduran Diri Dalam Pencalonan Anggota DPR, Anggota DPD, Anggota DPRD, Presiden dan Wakil Presiden serta Cuti Dalam Pelaksanaan Kampanye Pemilihan Umum dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 273/487/SJ tahun 2020 tentang tata cara mekanisme dalam pengajuan izin cuti kerja untuk mengikuti kegiatan kampanye politik.
Novli menyebut, kebijakan Wali Kota Risma memfasilitasi Taman Harmoni yang merupakan aset Pemerintah Kota Surabaya untuk kegiatan kampanye telah menyalahi aturan pasal 71 ayat 3 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.
"Bunyinya, kepala daerah dilarang mengunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih," bebernya.
Bahwa, sambung Novli, tindakan atau perbuatan Wali Kota Risma dalam mengikuti kegiatan penyerahan rekomendasi partai kepada pasangan bakal calon wali kota dan wakil wali kota Surabaya 2020 atas nama Eri Cahyadi dan Armudji serta memfasilitasi pengunaan Taman Harmoni yang merupakan fasilitas milik Pemkot Surabaya untuk kegiatan politik tersebut patut diduga melanggar pasal 76 ayat 1a Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
"Bunyinya melarang kepala daerah membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan pribadi, keluarga, kroni, golongan tertentu atau kelompok politiknya yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang undangan," tambah Novli.
"Kebijakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dalam memfasilitasi Taman Harmoni yang merupakan aset Pemerintah Kota Surabaya untuk kegiatan politik sangat kontradiktif dengan kebijakannya ketika menindak tegas dan memberikan saksi kepada para pelaku perusakan Taman Bungkul Surabaya. Sikap Risma merupakan bentuk arogansi sebagai kepala daerah yang tidak berorientasi kepada kepentingan masyarakat Surabaya," tegasnya.
Selain itu, menurut Novli, kebijakan Plt Kepala Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau (DKRTH) Kota Surabaya, Anna Fajriatin dalam memberikan bantuan penerangan jalan atau lampu LED kepada masyarakat di wilayah Asemrowo, Menur, Bangunrejo diduga untuk kepentingan kampanye.
"Dibuktikan dengan dokumen screenshot antara Calon Wakil Wali Kota Surabaya Armudji dengan seorang warga RW 3 Kelurahan Asemrowo patut diduga ada dugaan terstruktur, sistematis dan masif penyalahgunaan APBD untuk kepentingan kampanye pemenangan Pasangan Calon Eri Cahyadi dan Armudji," beber Novli.
Masih kata Novli, pemberian bantuan penerangan LED oleh Plt Kepala DKRTH kepada masyarakat Surabaya tidak melalui tata cara, mekanisme, prosedur aturan pengajuan bantuan, tidak berdasarkan kajian analisis orientasi kebutuhan yang berbasis anggaran.
Dan tentunya pemberian LED dari dana APBD tersebut patut diduga diketahui dan mendapat persetujuan oleh Wali Kota Risma. Dan menurut Novli, kebijakan tersebut melanggar Undang-undang 10 Tahun 2016 pasal 71 ayat 1.
"Kami harap Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk segera memeriksa dan memproses pelanggaran tersebut dan diberikan sanksi administrasi sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku, demi iklim demokrasi Pemilihan Wali Kota Surabaya yang lebih baik," tandasnya.