REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki mengajukan mosi ke parlemen pada Senin (16/11) untuk meminta persetujuannya mengerahkan pasukan penjaga perdamaian. Langkah ini guna memantau perjanjian gencatan senjata antara Azerbaijan dan Armenia.
Turki yang mendukung Azerbaijan dalam konflik itu telah terlibat dalam pembicaraan dengan Rusia untuk perannya dalam memantau gencatan senjata. Menteri Pertahanan Rusia dan Turki menandatangani nota untuk membuat pusat pemantauan bersama di Azerbaijan pada Rabu (11/11).
Rancangan peraturan yang diajukan ke parlemen ini meminta mandat satu tahun untuk mengirim penjaga perdamaian Turki. Nantinya, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan akan menentukan jumlah pasukan yang akan dikirim.
Mosi tersebut diperkirakan akan diperdebatkan dalam beberapa hari mendatang. Pembahasan hangat akan terjadi karena personel sipil juga dapat dikerahkan sebagai bagian dari misi penjaga perdamaian.
"Telah dinilai bahwa untuk personel Angkatan Bersenjata Turki ... untuk mengambil bagian dalam Pusat Bersama yang akan dibentuk bersama oleh Turki dan Rusia, akan bermanfaat bagi perdamaian dan kesejahteraan rakyat di kawasan itu dan diperlukan dari sudut pandang kepentingan nasional kami," ujar laporan Anadolu Agency.
Para pejabat Moskow mengatakan keterlibatan Ankara akan terbatas pada pekerjaan pusat pemantauan di tanah Azerbaijan. Penjaga perdamaian Turki tidak akan pergi ke wilayah Nagorno-Karabakh.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan pasukan Turki akan beroperasi dari jarak jauh, menggunakan drone, dan alat teknis lainnya untuk memantau kemungkinan pelanggaran. Sedangkan Moskow yang mengirim sekitar 2.000 tentara penjaga perdamaian yang akan menangani wilayah bekas konflik itu selama lima tahun.