REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Ratusan warga pendukung kerajaan Thailand, dengan mengenakan kaos kuning, berunjuk rasa di luar gedung parlemen negara pada Selasa. Mereka meminta legislator menolak perubahan konstitusi yang mungkin dilakukan untuk merespons aksi protes antipemerintah.
"Mengubah konstitusi akan mengarah pada penghapusan monarki," kata pemimpin pendukung kerajaan, Warong Dechgitvigrom, kepada wartawan di lokasi demonstrasi --beberapa ratus meter dari gedung parlemen yang dijaga dengan barikade beton dan kawat berduri.
Unjuk rasa juga akan dilakukan kemudian oleh massa antipemerintah. Mereka menuntut mundur Perdana Menteri Prayuth Chan-o-cha yang juga eks pemimpin militer. Demonstran pun meminta reformasi untuk membatasi kekuasaan kerajaan.
Parlemen akan membahas sejumlah proposal mengenai bagaimana perubahan konstitusi dapat dilakukan. Beberapa di antaranya tidak menyertakan kemungkinan perubahan atas perlakuan konstitusi terhadap keluarga Raja Maha Vajiralongkorn.
Ada juga pembahasan mengenai peran Senat yang sebelumnya dipilih seluruhnya oleh pemerintahan junta Prayuth. Model pemilihan ini dianggap telah membantu Prayuth bisa tetap berkuasa dengan mayoritas pendukung di parlemen.
Aksi protes anti pemerintah Thailand sejak Juli lalu ditargetkan pada Prayuth dan amandemen konstitusi. Namun kemudian juga menuntut pertanggungjawaban yang lebih jelas atas peran kerajaan di bawah konstitusi.
Terkait tuntutan untuk kerajaan, mereka juga menginginkan perubahan pada sistem yang memberikan kendali personal bagi raja saat ini atas aset kerajaan dan beberapa unit tentara.
"Kami tidak ingin mereka mengubah apa pun pada monarki. Kerajaan adalah surgawi, sedangkan kita berada di neraka, kita berada jauh di bawah mereka, kita harus tahu diri," ujar Samutprakan Chum (58), seorang pendukung kerajaan.