REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Pfize mengumumkan bahwa vaksin Covid-19 terbukti lebih dari 90 persen efektif dalam uji coba skala besar yang baru saja selesai. Dua ilmuwan kunci yang mengembangkan vaksin ini adalah Muslim kelahiran Turki bernama Dr Ugur Sahin dan istrinya, Dr Ozlem Tureci.
Pasangan ini memulai BioNTech, sebuah startup teknologi yang berbasis di Jerman, untuk mengembangkan perawatan menggunakan teknologi messenger RNA (mRNA).
Ilmuwan Muslim kelahiran Tunisia Dr Moncef Mohamad Slaoui memimpin Operasi Kecepatan WARP yang diumumkan Presiden Donald Trump untuk mengembangkan dan mendistribusikan vaksin virus corona dengan cepat di Amerika Serikat (AS).
Pandemi Covid-19 adalah tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Ilmuwan Muslim berada di garis depan dalam menghadapi tantangan ini. Tentu ini penting di dunia yang islamofobia telah menjadi arus utama dalam beberapa tahun terakhir. Dilansir dari laman Naya Daur, Selasa (17/11).
Sahin (55 tahun) adalah putra seorang imigran Muslim Turki yang bekerja di pabrik Ford di Cologne, Jerman. Dia sekarang berada di antara 100 orang Jerman terkaya bersama dengan istri dan sesama anggota dewan Dr Oezlem Tuereci (53 tahun), menurut mingguan Welt am Sonntag.
Sahin telah mengerjakan teknologi mRNA bersama istrinya Tureci selama lebih dari 25 tahun. Pasangan itu, keduanya anak imigran Muslim Turki yang bertemu saat bekerja di sebuah klinik kanker, menjual perusahaan pertama mereka, Ganymed Pharmaceuticals AG seharga 1,66 miliar dolar pada 2016, menurut Wall Street Journal.
Kemudian mereka memulai BioNTech yang nilai pasarnya di NASDAQ telah melonjak menjadi 21 miliar dolar pada penutupan Jumat dari 4,6 miliar dolar tahun lalu.
BioNTech bekerja sama dengan Pfizer untuk mengembangkan vaksin flu baru ketika Covid-19 muncul di China. Saat epidemi berkecamuk di China, menjadikannya tempat yang baik untuk mengadakan uji coba vaksin. Sahin membuat kesepakatan dengan Shanghai Fosun Pharmaceutical Co, Ltd. untuk menguji kandidat di sana.
China segera kehilangan daya tariknya sebagai tempat pengujian vaksin potensial karena kemajuan negara dalam menangani virus. Hal itu mendorong panggilan Sahin ke Dr Kathrin Jansen, Lepala Penelitian Vaksin Pfizer, pada 1 Maret untuk menyarankan kemitraan baru untuk menguji vaksin Covid-19 di Amerika Serikat.
Jansen tidak ragu-ragu. Dia memberi tahu Sahin. "Tentu saja, saya akan tertarik. Itu mungkin hal terpenting yang akan kami lakukan," katanya kepada Journal.
Sahin menawarkan untuk membagi sisa biaya pengembangan serta keuntungan di tengah. Jansen menerimanya dan kedua perusahaan mulai mengerjakan proyek bahkan sebelum menandatangani kontrak. Pfizer mengatakan, Jansen pada prinsipnya setuju untuk bekerja dengan BioNTech.