REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi mengecam keputusan Israel membangun permukiman ilegal baru di Yerusalem Timur. Riyadh menilai hal tersebut akan berdampak negatif untuk membawa perdamaian.
"Kami mengutuk dan menolak langkah yang bertentangan dengan keputusan internasional ini, merusak solusi dua negara, dan secara negatif memengaruhi upaya untuk membawa perdamaian ke kawasan itu," kata Kementerian Luar Negeri Saudi melalui akun Twitter resminya pada Selasa (17/11).
Pada Ahad (15/11) lalu, The Israel Land Authority (ILA) telah membuka tender bagi para kontraktor untuk proyek pembangunan 1.257 rumah di daerah Givat Hamatos. Penawaran akan berakhir pada 18 Januari. Kendati demikian ILA tidak merilis tanggal tentang kapan pembangunan akan dimulai.
Juru bicara kepresidenan Palestina Nabil Abu Rudeineh telah melayangkan protes dan kecaman atas rencana proyek tersebut. Menurut dia, rencana itu merupakan kelanjutan dari upaya Israel untuk melenyapkan solusi dua negara yang didukung secara internasional. Di sisi lain, Israel kembali secara terang-terangan mengabaikan semua resolusi internasional yang menegaskan ilegalitas permukiman.
"Tawaran lanjutan pemerintah pendudukan untuk unit perumahan permukiman baru tidak akan mengubah fakta bahwa semua permukiman pasti akan berakhir, dan bahwa permukiman ini ilegal serta melanggar semua keputusan dan hukum internasional," kata Rudeineh, dikutip laman kantor berita Palestina WAFA.
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell menyampaikan kekhawatirannya atas rencana pembangunan permukiman Israel di Givat Hamatos. "Ini adalah lokasi utama antara Yerusalem dan Betlehem di Tepi Barat yang diduduki. Setiap pembangunan permukiman akan menyebabkan kerusakan serius pada prospek negara Palestina yang layak dan berdekatan," ujar Borrell.