REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Azerbaijan dan Armenia telah melakukan pertukaran jasad dari mereka yang tewas dalam pertempuran di wilayah Nagorno-Karabakh. Terdapat 200 jenazah yang dipertukarkan.
Kepala Komite Palang Merah Internasional Peter Maurer pada Selasa (17/11) mengatakan proses penukaran jasad itu dilakukan di hadapan pasukan penjaga perdamaian Rusia. Menurut laporan, pertukaran telah dilakukan sejak pekan lalu.
Lebih dari seribu orang dilaporkan tewas selama Azerbaijan dan Armenia berkonfrontasi di Nagorno-Karabakh. Korban tak hanya prajurit, tapi juga warga sipil. Armenia menyebut ratusan pasukannya telah gugur dalam pertempuran. Azerbaijan belum merilis angka tentang berapa banyak prajuritnya yang tewas.
Pekan lalu Rusia berhasil menjadi pihak yang memediasi gencatan senjata Azerbaijan dengan Armenia. Azerbaijan memperoleh keuntungan teritorial yang signifikan. Hal itu karena Armenia setuju menyerahkan beberapa bagian wilayah di Nagorno-Karabakh ke Azerbaijan sebagai bagian dari kesepakatan damai.
Nagorno-Karabakh sebenarnya diakui sebagai bagian dari Azerbaijan. Namun wilayah yang dipersengketakan itu didominasi oleh etnis Armenia. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mengirim mosi ke parlemen untuk mengerahkan tentara ke Azerbaijan guna memantau gencatan senjata di Nagorno-Karabakh. Turki merupakan sekutu dekat Azerbaijan.
Di Armenia, Perdana Menteri Nikol Pashinyan masih menghadapi tekanan besar dari rakyatnya. Dia dihujat karena menerima kesepakatan damai dengan Azerbaijan. Presiden Armenia Armen Sarkissian telah menyerukan pemilihan parlemen lebih awal.
“Mempertimbangkan situasi saat ini dan keharusan untuk mengatasinya dengan bermartabat, juga mendengarkan tuntutan publik, jelas bahwa untuk menjaga negara dari guncangan, pemilihan awal ke Majelis Nasional tidak akan terelakkan," kata Sarkissian dikutip laman Aljazirah.
Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev tengah bersukacita atas kemenangan negaranya. Ia dan istrinya Mehriban Aliyeva telah melakukan perjalanan ke distrik Jebrayil dan Fizuli pada Senin lalu (16/11).
“Tidak akan ada status (otonom) untuk Karabakh. Azerbaijan adalah negara yang bersatu," kata Aliyev sambil mengemudikan mobil lapis baja AzerKan buatan Azerbaijan melalui jalan-jalan di distrik Fizuli.
Aliyev dan Aliyeva kemudian berfoto dengan latar belakang jembatan Khudaferin di perbatasan Azerbaijan-Iran. Selama hampir 30 tahun wilayah itu berada di bawah kendali etnis Armenia.
"Orang-orang Armenia telah menghancurkan segalanya di sini dan akan menjawabnya di pengadilan internasional," kata Aliyev sambil menunjuk ke panorama kota Jebrayil yang hancur.
“Lihat apa yang dilakukan musuh jahat itu terhadap kota Jebrayil. Tujuan mereka adalah agar orang Azerbaijan tidak pernah kembali ke sini. Namun kami akan tinggal di sini. Kami kembali ke tanah air kami," ujar Aliyev.