REPUBLIKA.CO.ID,RIYADH -- Kementerian Luar Negeri Arab Saudi pada Selasa (17/11) menyatakan menolak dan mengutuk keputusan Israel untuk membangun 1.257 permukiman baru di dekat Yerusalem Timur. Menurutnya, tindakan Israel telah melanggar resolusi internasional.
"Kerajaan menolak atas tindakan itu, yang melanggar resolusi internasional, merusak upaya menuju solusi dua negara dan mempengaruhi upaya untuk mencapai perdamaian di kawasan itu," kata kementerian itu dalam sebuah tweet, dilansir dari English Alarabiya, Rabu (18/11).
Israel bergerak maju dengan rencana mendirikan perumahan di daerah sensitif dekat Yerusalem Timur. Sebuah langkah yanh dilakukan segera sebelum Presiden terpilih AS, Joe Biden menjabat.
Otoritas Pertanahan Israel (ILA) berencana membangun 1.257 rumah di Givat Hamatos. Sebuah rencana yang dihidupkan kembali oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu setelah sebelumnya dibekukan oleh oposisi internasional.
Nabil Abu Rudeineh, juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas, mengatakan bahwa permukiman ilegal di bawah hukum internasional dan tender tersebut, merupakan bagian dari upaya Israel untuk membunuh solusi dua negara yang didukung secara internasional.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengatakan sangat khawatir dengan tender tersebut. Karena proyek itu akan memutuskan beberapa bagian Yerusalem Timur dari kota terdekat Palestina di Betlehem di Tepi Barat.
"Ini adalah lokasi kunci antara Yerusalem dan Betlehem di Tepi Barat yang diduduki. Setiap pembangunan permukiman akan menyebabkan kerusakan serius pada prospek Negara Palestina yang layak dan berdekatan," kata Borrell dalam sebuah pernyataan.
Peace Now, sebuah kelompok anti-permukiman Israel, menuduh pemerintah Netanyahu memanfaatkan minggu-minggu terakhir pemerintahan Trump untuk segera melakukan pembangunan.