REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menyusun regulasi terkait neo bank, lembaga jasa keuangan bank yang mampu menjalankan bisnis perbankan seperti menghimpun dana masyarakat dan menyalurkan kredit melalui platform digital. Neo bank mampu menjalankan fungsi intermediasi tanpa perlu membuat kehadiran fisik di daerah operasional.
Kepala OJK Institute Agus Sugiarto mengatakan, regulasi tersebut disusun dengan mempertimbangkan aspek kestabilan industri jasa keuangan dan ekosistem inovasi industri. "Aturan terkait dengan neo bank harus dapat tetap menjaga kestabilan sistem keuangan, membantu pertumbuhan ekonomi, sekaligus mampu memberi mereka ruang untuk berinovasi," kata Agus, Rabu (18/11).
Kendati demikian, Agus mengakui aturan spesifik terkait neo bank masih belum jelas. OJK pun masih mencoba mencari keseimbangan dalam peraturan sambil melihat pertumbuhan dari pelaku jasa keuangan potensial yang dapat menjadi neo bank.
"Saat ini ada beberapa bank sudah mulai mampu mencoba mengeluarkan produk, atau bahkan membuat sebuah anak usaha bank digital. Hanya saja, operasionalnya masih sangat terbatas dari visi neo bank," ucapnya.
Menurutnya dari pelaku teknologi finansial saat ini hanya ada dua jenis bisnis, yakni pembiayaan peer to peer lending dan bisnis transaksi. Meski sudah mampu beroperasi berbasis digital secara optimal tetapi bisnis perbankan belum dapat dilakukan.
Ke depan, Agus melihat prospek neo bank di Tanah Air masih sangat besar. Hal tersebut dilihat dari inklusi keuangan yang belum optimal yakni 76 persen dan pengguna internet mencapai 196 juta orang.
"Perilaku masyarakat dalam menggunakan produk digital semakin tinggi setiap tahunnya," kata dia.