Rabu 18 Nov 2020 13:31 WIB

Tarik Ulur Kebijakan Penanganan Covid-19

Covid-19 membuat kuartal II pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 5,32 persen.

Ilustrasi Covid-19
Foto: Pixabay
Ilustrasi Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) memaksa berbagai negara di dunia menerapkan kebijakan yang responsif, tepat sasaran, dan tentu saja efektif, yang pilihannya kemudian antara social distancing atau lockdown. Baik kebijakan social distancing maupun lockdown yang lebih ekstrim sama-sama menyebabkan mobilitas individu terbatas, penutupan sementara tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan keramaian, hingga dihentikan dan dilarangnya berbagai aktivitas yang memicu kerumunan massa.

Keterbatasan aktivitas publik dalam penanganan Covid-19 ini pasti menyebabkan terganggunya pertumbuhan ekonomi, yang juga dialami Indonesia. Penyebaran Covid-19 menyebabkan kuartal II pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 5,32 persen.

Pertumbuhan ekonomi negatif ini berkonsekuensi pada pemutusan hubungan kerja di berbagai wilayahm hingga meningkatkan angka pengangguran. Dampak yang ditimbulkan dari tepat atau tidaknya kebijakan penanganan pandemi Covid-19 terus menuai perdebatan dan memicu kritik publik dari berbagai kalangan.

Antara Kesehatan dan Stabilitas Ekonomi

Kritik publik terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia dalam penanganan Pandemi Covid-19 sebetulnya masih terus berfokus kepada arah prioritas sektor kesehatan ataupun sektor ekonomi. Desakan evaluasi kebijakan dari berbagai kalangan ini kiranya berangkat dari dua urgensi, pertama memprioritaskan kesehatan tanpa mengindahkan upaya menjaga stabilitas ekonomi, serta kedua meredam kepentingan atau agenda politik penguasa demi mensinergiskan kebijakan Pusat dengan Daerah.

Jika ditelisik lebih jauh, respon yang diambil oleh Pemerintah Pusat dalam penanganan pandemi cenderung mengacu pada upaya menopang stabilitas ekonomi. Dari rincian anggaran yang dialokasikan oleh Pemerintah misalnya, anggaran kesehatan justru lebih kecil dibanding anggaran lain.

Total anggaran yang dialokasikan untuk kesehatan adalah 87,55 triliun dari total anggaran penanganan covid-19 sebesar Rp. 695,2 triliun. Anggaran ini kemudian direalokasi untuk pemulihan ekonomi dimana anggaran untuk kesehatan berkurang menjadi Rp. 72,73 triliun.

Anggaran ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan alokasi ke hal lain terutama untuk alokasi anggaran ke pembiayaan koorporasi sebesar 537,57 triliun. Sepertinya, upaya untuk menopang pertumbuhan ekonomi melalui alokasi anggaran keuangan menjadi tujuan utama dalam pengambilan kebijakan oleh pemerintah.

Di samping alokasi anggaran untuk pemulihan keuangan, Pemerintah memilih tidak melakukan lockdown karena akan meniadakan aktivitas ekonomi. Karena itu, Pemerintah memutuskan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Perlu diingat, ketika melakukan lockdown, pemerintah harus menjamin kebutuhan seluruh masyarakat sebagai konsekuensi. Karenanya, Pemerintah tampak belum mampu menjamin kebutuhan seluruh masyarakat sehingga memilih PSBB yang bersifat lokal dan pemberian bantuan sosial pun hanya di tujukan ke masyarakat yang dianggap tidak mampu secara ekonomi.

Strategi dan kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia selama ini memang terkesan hanya fokus pada stimulus perekonomian. Terbukti kemudian, dengan diluncurkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) No. 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara Dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19, yang kemudian disahkan menjadi Undang Undang No. 2 Tahun 2020.

Undang-Undang ini menuai kontroversi publik hingga mendorong gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Selain pro dan kontra atas muatan pada pasal-pasal dalam Undang Undang yang dianggap tidak urgent tersebut, hingga membuka celah korupsi, fokus lain juga menelisik kepada prioritas kebijakan Pemerintah kepada stabilitas ekonomi ketimbang kesehatan warga negara dalam penanganan covid-19.

Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Julian Aldrin Pasha baru-baru ini dalam Focus Group Discussion ILUNI-UI yang bertajuk 'Evaluasi Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19' mengatakan, “Pemerintah perlu menentukan prioritas dan assessment antara pilihan ekonomi atau kesehatan. Dari dua opsi yang ada, data membuktikan penerapan social distancing dapat menekan kondisi penularan, namun pasti berdampak pada ekonomi.” 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement