REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan akan menghadiri panggilan Bareskrim Polri di Jakarta, Jumat (20/11). Kehadirannya itu untuk memberikan klarifikasi mengenai adanya kerumunan massa dalam acara peringatan Maulid Nabi di Megamendung, Kabupaten Bogor, beberapa waktu lalu.
"Hari Jumat juga, saya akan dipanggil seperti Pak Anies (Gubernur DKI Jakarta) oleh Bareskrim, untuk memberikan keterangan, klarifikasi terkait kronologis di Megamendung," ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil, dari Gedung Pakuan Bandung, saat menjadi Narasumber acara Mata Najwa, Rabu (18/11).
Menurut Emil, secara fundamental, apapun yang terjadi di wilayah Jawa Barat adalah tanggung jawab dirinya sebagai Gubernur. Atas berbagai dinamika yang terjadi, baik kebahagiaan sampai permasalahan, ia adalah orang yang paling bertanggung jawab, kalau memang harus ditarik siapa yang harus bertanggung jawab.
"Saya mohon maaf tentunya, kalau ada kekeliruan ya, dalam penanganan Covid-19, dari kacamata berbagai pihak," katanya.
Emil menjelaskan, dalam dalam struktur pemerintahan di Indonesia, antara provinsi-provinsi di luar Jakarta dan Provinsi DKI Jakarta memiliki perbedaan kewenangan. Dalam hal ini di Jawa Barat, teknis perizinan, acara, dan kegiatan lainnya, kewenangannya ada di walikota dan bupati.
"Saya sudah melakukan pengecekan, tidak ada izin acara dari Bupati Bogor, Bu Ade, yang kebetulan hari ini umumkan terpapar Covid-19, mudah-mudahan diberi kesembuhan," katanya.
Sebelum acara di Megamendung digelar, kata dia, aparat sudah melakukan pencegahan secara persuasif pada malam harinya, melalui perwira dari Kodim untuk memberikan pengertian agar acara dibatasi.
"Keesokan harinya, euforia dari masyarakat itu tidak bisa dibendung ya. Sehingga Kepolisian Daerah Jawa Barat sudah menurunkan sekitar 1.200 personil ditambah 500 personil dari TNI," katanya.
Pendekatan keamanan di lapangan, menurut Emil, pilihannya hanya dua. Yakni pendekatan humanis yaitu melakukan imbauan dan tidak mengganggu acara kelancaran lainnya, atau pendekatan represif.
"Dalam hitungan dari aparat keamanan yang dilaporkan ke saya, kalau dilakukan represif, akan ada potensi gesekan. Nanti malah viral lagi, pelanggaran HAM, atau hal-hal yang sifatnya akan menggiring penegakannya hilang, menjadi represif aparat," paparnya.
"Masyarakat perlu terang benderang ya, bahwa dari pihak kita sudah melakukan hal-hal yang sesuai aturan, tapi kalau sudah konstelasi tidak bisa dikendalikan, diskresi pendekatan keamanan tak sesederhana di teori," imbuhnya.