REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Rencana Israel membangun 1.257 unit permukiman di selatan Yerusalem yang diduduki telah dikecam para pakar Palestina. Mereka menyebut langkah membangun ribuan unit permukiman itu justru akan membunuh solusi dua negara.
Pakar peta dan permukiman Palestina, Khalil Tafakji, mengatakan rencana baru itu berbahaya karena mereka membentuk mata rantai permukiman di Proyek Yerusalem 2020. Rencana tersebut, menurut Tafakji, bertujuan agar Israel sepenuhnya mengisolasi Yerusalem dari lingkungan Palestina.
"Israel bertujuan untuk membangun apa yang dapat disebut sebagai 'Betlehem Yahudi' dengan menghubungkan pemukiman Gilo dan Jabal Abu Ghneim, dan mendirikan sekitar sembilan hotel untuk menutup seluruh Yerusalem dari sisi selatan dan kota Sur Bahir, Beit Safafa dan Al-Sharafa, yang akan sepenuhnya terisolasi dari kota Beit Sahour dan Bethlehem," kata Tafakji sebagaimana dilansir di Arab News, Rabu (18/11).
Pengumuman rencana pembangunan tersebut sejalan dengan proyek pemukiman besar Israel, sebuah rencana yang telah dicoba untuk diterapkan selama tiga dekade.
Ini bertujuan untuk menghubungkan pemukiman Givat Hamatos yang dibangun di atas tanah Palestina di kota Beit Safafa dan Beit Jala yang sebagian dimiliki oleh Gereja Lutheran di Yerusalem.
Israel merebut daerah itu pada 1990-an dan mengizinkan komunitas Yahudi Ethiopia untuk pindah dan membangun di sana. Sejak itu Israel menghadapi beberapa kendala yang mencegah peluncuran proyek permukiman, tetapi mengeksploitasi dukungan yang diterimanya dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk bergerak dengan rencana ambisius.
"Berbeda dengan kebijakan Israel yang membongkar rumah dan fasilitas Palestina di Yerusalem, rencana Israel termasuk membangun lebih dari 58 ribu unit permukiman pada 2030," kata Tafakji.
Rencana pendirian permukiman muncul saat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo direncanakan mengunjungi pemukiman Israel yang dibangun di atas tanah Palestina di Ramallah. Jika ini terjadi, maka Pompeo menjadi Menlu Amerika Serikat pertama yang mengunjungi Tepi Barat, dan dapat menjadi tanda persetujuan kepada Israel untuk melanjutkan aneksasi.
Sumber: https://www.arabnews.com/node/1764686/middle-east