REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR - Belanja barang/jasa pemerintah, merupakan salah satu fungsi penting dalam memberikan pelayanan publik, meningkatkan pertumbuhan, dan pemerataan ekonomi. Guna mendukung pengadaan tersebut, maka saat ini pemerintah telah memanfaatkan teknologi informasi, yaitu dengan menggunakan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE).
Berdasarkan data SPSE, kata Dr Ir Roni Dwi Susanto MSi, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, total belanja pengadaan barang/jasa pemerintah 2020 adalah sebesar Rp 1.027,1 triliun. Namun, kata dia, dengan sistem elektronik dan SDM pengadaan yang semakin baik kompetensinya, pemerintah mampu menghemat Rp 90 triliun melalui e-tendering dan e-purchasing.
Selain itu, menurut Roni, LKPP juga melakukan kolaborasi teknologi dengan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (K/L/PD) melalui integrasi sistem, seperti OSS BKPM untuk data perijinan usaha, Kementerian Keuangan untuk data Konfirmasi Status Wajib Pajak (KSWP), Sistem Informasi Pemerintah Daerah untuk data Perencanaan dan Anggaran Pemerintah Daerah dengah Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan.
"Mulai dijajaki juga integrasi sistem dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk data pendirian perusahaan, dan BPS untuk data Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI)," ujarnya dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Kamis (19/11). Tentu, sambung dia, maksud integrasi sistem adalah dalam rangka: a) Menjadi satu sistem utuh (end to end system); b) meningkatkan akurasi data proses pemilihan penyedia, c) Mempermudah proses pengadaan.
Selanjutnya, LKPP juga melakukan kolaborasi teknologi dengan K/L/PD dan e-marketplace meluncurkan program Belanja Pengadaan (Bela Pengadaan) memudahkan pelaku usaha mikro dan usaha kecil berperan aktif dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dengan nilai pengadaan maksimal Rp 50 juta.
“Program Bela Pengadaan merupakan bagian dari gerakan #banggabuatanindonesia sebagai upaya pemerintah untuk menanggulangi dampak COVID-19 terhadap kegiatan perekonomian khususnya bagi Usaha Mikro dan Kecil. Selain itu, diharapkan Bela Pengadaan dapat mempermudah proses belanja langsung dan mendukung adanya pembinaan UMK untuk Go-Digital. Sampai dengan saat ini, Program Bela Pengadaan sudah melibatkan 71 K/L/PD," ujar Roni pada saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengadaan di Bogor selama dua hari (18-19/11), dengan mengambil tema “Transformasi Digital Dan Profesionalisme SDM Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah”.
Upaya LKPP lainnya adalah dengan membentuk SDM Pengadaan Barang/Jasa yang kompeten dan profesional serta kelembagaan Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ) yang unggul dan modern. Keberadaan JF PPBJ sebagai pengelola pengadaan barang/jasa pemerintah diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan pengadaan menjadi lebih profesional.
Sampai saat ini, K/L/PD yang belum memiliki JF PBJ sebanyak 420. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah JF PPBJ masih sangat sedikit, sedangkan kebutuhan jabatan fungsional pengadaan sendiri diperkirakan mencapai 12.500 personil.
Sebagai perbandingan, rata-rata jumlah paket pengadaan periode Tahun 2018-2020 sebanyak 1.814.716 paket per tahun yang tersebar di 617 K/L/PD. Berdasarkan angka ini, diperkirakan 1 orang pejabat fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dibebankan untuk mengerjakan kurang lebih 813 paket pengadaan. Kondisi ini sangat tidak ideal.
Tantangan lain yang harus dihadapi adalah tren belanja masih belum menunjukkan perbaikan kualitas yang signifikan. Data LKPP menunjukkan nilai belanja pengadaan setiap tahun cenderung mengalami peningkatan, namun yang diumumkan melalui aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP) dan nilai realisasi transaksi yang dilaksanakan oleh K/L/PD belum mencapai 100 persen.
Dikatakan Roni, perencanaan dan pelaksanaan pengadaan yang mendekati akhir tahun berjalan akan menyebabkan penumpukan 2 bulan terakhir. Akibatnya, kualitas pekerjaan buruk dan bahkan bisa berdampak pada wanprestasi. Maka sesuai arahan Presiden, ucap dia, LKPP mengajak semua K/L/PD untuk melakukan percepatan pelaksanaan pengadaan 2021 dengan mengumumumkan RUP di SIRUP masing-masing K/L/PD.
“Jika semua pengguna anggaran disiplin dan konsisten menjalankan ketentuan ini, proses pengadaan menjadi terencana dan berbagai kegiatan sudah dapat dilaksanakan melalui Tender Pra-DIPA/DPA SKPD sehingga pada akhirnya masyarakat mendapatkan pelayanan publik yang baik dan berkualitas,” tegas Roni.
Sementara itu, potensi belanja Pengadaan untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK) pada Tahun 2020 sebesar Rp318,03 Triliun atau 37 persen dari total belanja pengadaan. Realisasinya sebesar Rp82,64 Triliun (25,99 persen dari total potensi belanja untuk UKM).
Untuk bisa mengejar angka 40 persen sesuai mandat UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, berarti belanja pengadaan untuk Usaha Mikro dan Kecil harus ditingkatkan lagi. “Pimpinan Kementerian, Lembaga dan Kepala Daerah didorong untuk berkontrak dengan UMK untuk paket pengadaan yang nilainya sampai dengna Rp 2,5 miliar. Sementara untuk paket pengadaan yang nilainya di atas Rp 2,5 miliar dapat berkontrak dengan Usaha Besar dan Menengah yang tetap melibatkan peran UMK dan penggunaan Produk Dalan Negeri (PDN) dalam pemenuhan barang/jasanya," ucap Roni.
Di samping itu, LKPP telah menyediakan laman khusus bagi Usaha Kecil pada portal pengadaan nasional untuk memberikan informasi yang terkait Usaha Kecil secara luas. Antara lain informasi tentang jumlah pelaku Usaha Kecil, potensi nilai belanja pengadaan untuk Usaha Kecil, dan jenis komoditas pada katalog elektronik yang dijual oleh Usaha Kecil.
Rakornas Pengadaan Tahun 2020 dibuka oleh Presiden RI Joko Widodo dan turut dihadiri oleh stakeholder pengadaan dari seluruh Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah dan organisasi mitra pembangunan yang terkait secara daring.