Kamis 19 Nov 2020 12:25 WIB

Penjualan Barang Mewah Global Anjlok Hampir 23 Persen

Ini menjadi penurunan pertama industri produk mewah sejak krisis keuangan 2009.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Butik Louis Vuitton, Paris, Prancis, ditutup akibat wabah Covid-19. Penjualan pakaian, perhiasan dan produk kecantikan mewah merosot hampir seperempat pada tahun ini akibat pandemi Covid-19.
Foto: EPA
Butik Louis Vuitton, Paris, Prancis, ditutup akibat wabah Covid-19. Penjualan pakaian, perhiasan dan produk kecantikan mewah merosot hampir seperempat pada tahun ini akibat pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, MILAN – Penjualan pakaian, perhiasan dan produk kecantikan mewah merosot hampir seperempat pada tahun ini akibat pandemi Covid-19. Realisasi ini menghapus pertumbuhan selama lebih dari enam tahun, menurut sebuah penelitian yang dirilis Rabu (18/11) oleh konsultan Bain.

Seperti dilansir di AP, Rabu (18/11), sektor ini diproyeksikan menghasilkan pendapatan 217 miliar euro atau 256 miliar dolar AS. Nilai tersebut 2 miliar euro di bawah level 2014 dan turun 64 miliar euro dibandingkan pendapatan pada tahun lalu, yakni 281 miliar euro. Artinya, pada tahun ini, pendapatan industri mengalami penyusutan 22,7 persen.

Baca Juga

Tapi, penurunan itu lebih kecil dibandingkan perkiraan pada musim semi, 35 persen. Sebagian besar dikarenakan pemulihan pasar di Cina yang berkontribusi hampir sepertiga dari semua penjualan.

Ini menjadi penurunan pertama industri produk mewah sejak krisis keuangan 2009. Saat itu, industri mengalami penyusutan sembilan persen yang diikuti dengan pemulihan secara cepat pada tahun berikutnya.

Berbeda dengan 11 tahun lalu, pemulihan industri akibat pandemi Covid-19 kali ini tidak pasti. Sebab, gelombang kedua dan ketiga penyebaran virus membuat negara-negara sekali lagi harus menutup ritel yang bersifat non-essential dan menghentikan perjalanan lintas negara.

Mitra Bain, Claudia D’Arpizio menyebutkan, pemulihan akan sangat bergantung pada waktu pemberian vaksin.

D’Arpizio memproyeksikan, prospek akan menjadi lebih jelas pada kuartal kedua, ketika industri bisa lebih mudah melihat seberapa kuat pengeluaran di Cina. selain itu, langkah-langkah stimulus di Amerika Serikat (AS) dan Eropa serta tiap kebijakan pajak baru oleh Presiden AS baru, Joe Biden, yang kemungkinan besar berdampak pada masyarakat berpenghasilan tinggi.

"Saya melihat banyak ketidakpastian di tahun depan dengan sedikit ketidakpastian untuk jangka panjang," kata D’Arpizio.

Sementara itu, profit industri diperkirakan turun 60 persen pada tahun ini dan hanya pulih setengahnya pada tahun depan.

China, yang pasarnya sudah membaik, diprediksi menjadi pemimpin dari tren pemulihan. Bain memperkirakan, pemulihan global secara penuh baru terjadi antara 2022 dan 2023, dengan pelanggan Cina bertanggung jawab atas hampir setengah dari semua penjualan pada 2025.

Karena semakin banyak orang di seluruh dunia yang terpaksa tinggal di rumah, penjualan pakaian menjadi turun 30 persen menjadi 45 miliar euro. Alas kaki turun 12 persen menjadi 19 miliar euro, berkat tren sepatu kets yang mendorong rebound pada kuartal kedua. Sementara itu, konsumen Asia membantu meredam penurunan 15 persen pada penjualan perhiasan menjadi 18 miliar euro.

D’Arpizio memperingatkan, semakin lama krisis berlangsung, beberapa brand akan kehabisan uang tunai. Ini mendorong mereka keluar dari bisnis ataupun melakukan restrukturisasi. "Semakin situasi ini bertahan, risiko krisis kami akan semakin bertahan," kata D’Arpizio.

 

sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement